Internasional

Tetangga RI Alami 'Horor' Inflasi, Kol & Selada Rp 120 Ribu

News - Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
06 October 2022 16:30
Bendera Australia dan Aborigin berkibar setengah tiang di Harbour Bridge di Sydney, Jumat (9/9/2022). Bendera setengah tiang tersebut sebagai penghormatan atas meninggalnya Ratu Elizabeth II, pemimpin terlama dalam sejarah Inggris dalam usia 96 tahun. (Photo by ROBERT WALLACE/AFP via Getty Images) Foto: Bendera Australia dan Aborigin berkibar setengah tiang di Harbour Bridge di Sydney, Jumat (9/9/2022). Bendera setengah tiang tersebut sebagai penghormatan atas meninggalnya Ratu Elizabeth II, pemimpin terlama dalam sejarah Inggris dalam usia 96 tahun. (Photo by ROBERT WALLACE/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Australia mulai mengalami inflasi yang cukup tinggi. Ini terlihat dari harga pangan di negara itu yang melonjak.

Seorang pengusaha restoran di Sydney, Alan Chu, mengaku harus membayar 10 hingga 12 dolar Australia (sekitar Rp 120.000) untuk sayuran seperti kol dan selada. Ini cukup memukul usahanya yang menyediakan makanan dengan harga sekitar di bawah 30 dolar.

"Ada kenaikan harga sayuran yang sangat besar, misalnya kubis kecil atau selada bisa naik hingga 10 hingga 12 dolar yang tidak pernah terdengar sebelumnya," kata Chu yang memiliki restoran bernama Mother Chu itu kepada CNBC International, Kamis, (6/10/2022).

"Salah satu hal tersulit yang dihadapi banyak bisnis akibat inflasi adalah juga biaya upah. Ini juga sebagian karena Covid dan karena bisnis harus menyeimbangkan ini, serta kenaikan bahan, sangat sulit bagi mereka untuk terus berjalan," tambahnya.

Banjir di Pantai Timur Australia antara Maret dan Juli menambah gangguan pangan di negara itu. Pasalnya, bencana ini menghancurkan tanaman dan mendorong lonjakan harga makanan di Australia.

Keterangan Biro Statistik Australia menyebutkan bahwa harga buah dan sayuran naik 18,6% pada Agustus dibandingkan tahun lalu. Harga makanan dan minuman non-alkohol juga meningkat menjadi 9,3% dalam 12 bulan hingga Agustus 2022.

Seperti banyak negara, Australia sedang berjuang melawan rekor biaya hidup yang tinggi. Inflasi tahunan pada bulan Agustus melonjak menjadi 6,8% dari hanya di bawah 2% sebelum pandemi. Saat pandemi, inflasi makanan juga lebih rendah, sekitar 1,3%.

Hal ini juga diperparah dengan tidak seimbangnya pertumbuhan upah dengan kenaikan harga barang. Platform perbandingan keuangan pribadi Australia Finder menemukan bahwa kenaikan harga telah melampaui pertumbuhan upah di seluruh Australia sejak pandemi dimulai.

"Orang-orang ragu untuk membelanjakan lebih banyak, semua orang mengencangkan ikat pinggang mereka, menjadi lebih selektif dengan barang-barang yang mereka beli," kata salah satu pedagang di Sydney, Chris Lam.

Pada bulan Juli, pemerintah Australia memperingatkan bahwa inflasi akan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada 7,75% pada akhir tahun. Walau begitu, beberapa ekonom menyebut warga Negeri Kangguru itu masih dapat mengatasi inflasi hingga 8%.

Meskipun dianggap mampu mengatasi inflasi, insentif Covid-19 yang telah dicabut Canberra masih berdampak pada bisnis di negara itu, terutama restoran. Ini akhirnya bermuara pada pendapatan bisnis yang rendah lantaran banyak yang tak mau menaikan harga jualnya

"Banyak restoran tidak mampu membebankan kenaikan biaya kepada konsumen yang akan menghasilkan keuntungan yang lebih rendah," kata akuntan di Accentor Associates, Jack Zhang.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Inflasi Kuartal II Australia Capai 6,1%, Tertinggi 21 Tahun


(sef/sef)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading