Internasional
Ramai-Ramai Warga China Berhemat & Jual Barang Mewah, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena baru terjadi di China. Ramai-ramai warganya kini berhemat dan menjual barang mewahnya.
Ini terjadi sejak pandemi Covid-19 melanda negara-negara dunia. Belum lagi China menerapkan kebijakan ketat saat ditemukan kasus, bahkan dengan lockdown total.
Sebelum pandemi, Doris Fu membayangkan masa depan dirinya dan keluarganya dengan hidup mewah. Memiliki mobil baru, apartemen yang lebih besar, santapan khas di akhir pekan dan liburan ke pulau-pulau tropis.
Namun sebaliknya, konsultan pemasaran Shanghai yang berusia 39 tahun itu, kini menjadi salah satu dari banyak orang China berusia 20-an dan 30-an yang memotong pengeluaran. Ia menabung di mana pun dirinya bisa.
"Saya tidak lagi perawatan manikur, saya tidak menata rambut saya lagi. Saya telah membeli semua kosmetik buatan China (karena harganya yang murah)," kata Fu kepada Reuters, dikutip Kamis (6/10/2022).
"Dulu saya juga suka menonton dua film setiap bulan, tetapi saya belum pernah masuk ke bioskop sejak pandemi," imbuh Fu, yang juga merupakan penggemar berat film.
Gaya hidup ini juga makin gencar dilakukan di China setelah banyak influencer di media sosial menggembar-gemborkan gaya hidup berbiaya rendah. Beberapa berbagi tips menghemat uang.
Salah satunya seorang wanita berusia 20-an di kota timur Hangzhou, yang menggunakan nama Lajiang, telah memperoleh ratusan ribu pengikut dengan memosting lebih dari 100 video tentang cara hidup hemat. Salah satunya bagaimana membuat dana 10 yuan atau sekitar Rp21 ribu cukup untuk makan malam.
Ia mempublikasikannya di aplikasi gaya hidup Xiaohongshu dan situs streaming Bilibili. Dalam video berdurasi satu menit dengan hampir 400.000 penayangan, dia menggoreng hidangan yang terbuat dari fillet basah 4 yuan, udang beku 5 yuan dan sayuran 2 yuan.
Bukan hanya berhemat, orang kaya di negara itu juga dilaporkan mulai menjual barang-barang mahal yang dimiliki. Pendiri pasar barang mewah bekas ZZER yang berbasis di Shanghai, Zhu Tainiqi, mengaku melihat lonjakan orang yang ingin menjual tas Hermes Birkin atau jam tangan Rolex mereka untuk mengumpulkan uang.
"Semakin banyak orang sekarang sadar bahwa mereka dapat menjual barang-barang mewah untuk sejumlah uang," kata Zhu kepada Reuters.
"Mereka berpikir, 'Mengapa tidak mencobanya?" tambahnya.
Zhu mengatakan jumlah pengirim ZZER, atau orang yang memasang barang mereka untuk dijual, telah melonjak 40% sejauh ini pada tahun 2022 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Platform itu sekarang memiliki 12 juta anggota dan mengharapkan untuk menjual 5 juta barang mewah tahun ini.
Dari segi barang, penjualan tas tangan tetap menjadi kategori terlaris di platform mewah. Selain itu, Zhu juga menyoroti penjualan jam tangan dan perhiasan juga berkembang pesat.
Tren tersebut menunjukkan perubahan signifikan di pasar barang mewah China yang bernilai US$ 74 miliar. Bahkan, perkembangan pasar di negara itu lebih lambat dibanding Jepang atau Amerika Serikat (AS) akibat preferensi untuk hal baru dan ketakutan akan pembelian yang tidak terduga.
Pandemi?
Sejumlah ahli berpandangan, penguncian (lockdown) Covid-19 yang terus menerus gencar dilakukan pemerintah menyebabkan ini. Kebijakan nol-Covid China, termasuk pembatasan mobilitas dan pengujian massal, telah berdampak besar pada ekonomi negara itu.
Tindakan keras pemerintah terhadap perusahaan besar, termasuk teknologi, juga berdampak besar pada tenaga kerja muda. China diketahui telah melakukan sejumlah audit kepada banyak raksasanya, mulai dari Alibaba hingga ride-hailing DiDi.
Menurut data pemerintah, krisis pekerjaan terjadi di mana pengangguran kini naik di antara orang berusia 16 hingga 24 tahun mencapai hampir 19%. Sebelumnya di Juli angkanya bahkan rekor 20%.
Menurut dua survei industri, beberapa anak muda pun terpaksa terkena pemotongan gaji. Misalnya di sektor ritel dan e-commerce.
Dari data yang dikumpulkan oleh perusahaan rekrutmen online Zhilian Zhaopin, gaji rata-rata di 38 kota besar China turun 1% dalam tiga bulan pertama tahun ini. Akibatnya, beberapa anak muda lebih suka menabung daripada berbelanja secara royal.
Memang penjualan ritel di China naik hanya 2,7% year-on-year pada Juli, pulih menjadi 5,4% pada Agustus. Tetapi angka itu masih jauh di bawah level sebagian besar 7% plus selama 2019, sebelum pandemi.
Melihat survei triwulanan terbaru bank sentral China, People's Bank of China (PBOC), hampir 60% orang sekarang cenderung untuk menabung lebih banyak, daripada mengkonsumsi atau berinvestasi lebih banyak. Angka itu 45% tiga tahun lalu.
Rumah tangga China secara keseluruhan menambahkan 10,8 triliun yuan dalam tabungan bank baru dalam delapan bulan pertama tahun ini. Itu naik dari 6,4 triliun yuan pada periode yang sama tahun lalu.
Ini menjadi masalah bagi pembuat kebijakan ekonomi China. Karena Beijing telah lama mengandalkan peningkatan konsumsi untuk mendorong pertumbuhan.
Perlambatan Ekonomi China
Sebelumnya Bank Dunia (World Bank) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China 5% menjadi 2,8% di 2022. Ekonomi China melemah dalam beberapa bulan terakhir menyusul kebijakan lockdown yang diberlakukan, mempengaruhi sektor industri, penjualan domestik serta ekspor dan impor.
"Saat mereka (China) bersiap untuk memperlambat pertumbuhan global, negara-negara harus mengatasi distorsi kebijakan domestik yang merupakan hambatan bagi pembangunan jangka panjang," kata Wakil Presiden Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik Manuela Ferro.
[Gambas:Video CNBC]
China Siapkan Jurus Khusus untuk Stabilkan Ekonomi, Apa Saja?
(sef/sef)