Wah! Eropa & Inggris Resesi Berjamaah Tahun Ini, Nasib RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelapnya kondisi perekonomian global makin menjadi-jadi. Krisis multidimensi, mulai krisis energi, pangan, hingga krisis finansial terjadi. Bahkan sejumlah negara maju bakal mengalami resesi di tahun ini.
Head of Asia-Pacific Sovereigns Fitch Ratings, Thomas Rookmaaker, mengatakan pihaknya memproyeksi Eropa dan Inggris akan mengalami resesi bersamaan di tahun ini. Penyebabnya karena harga energi, yaitu gas yang tinggi. Akibat ketegangan perang antara Rusia dan Ukraina.
"Turunnya pasokan gas dan tingginya harga energi berdampak pada produksi industri di negara-negara tersebut. Dan menekan pendapatan riil konsumen," ujar Thomas dalam wawancara di CNBC Indonesia TV, Rabu (5/10/2022).
Dia mengatakan, untuk Amerika Serikat (AS) diproyeksikan terjadi resesi ringan pada tahun depan. Saat resesi terjadi tahun depan ini, ujar Thomas, bank sentral AS, yaitu Federal Reserve (The Fed) akan berhenti menaikkan suku bunga acuannya.
"Dalam laporan ekonomi global terbaru, kami menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,4% di 2022 dan 1,7% di 2023. Ini sangat rendah," katanya.
Lalu bagaimana nasib negara-negara lain termasuk Indonesia?
Thomas mengatakan, pertumbuhan ekonomi di banyak negara besar akan melambat tahun depan. Dan artinya permintaan ekspor global akan turun. Belum lagi adanya inflasi, yang menyebabkan bunga acuan naik. Kondisi ini membuat ekonomi makin tidak bagus untuk sejumlah negara, termasuk negara di kawasan Asia di mana Indonesia berada.
Jadi, ketidakpastian masih menyelimuti kondisi perekonomian global tahun ini dan bahkan sampai tahun depan. Ini karena kondisi inflasi dan juga kenaikan bunga acuan yang terjadi di mana-mana. Belum lagi ada kenaikan harga pangan dan krisis. "Ini semua membuat kondisi menjadi kompleks," jelasnya.
Resesi dan turunnya pertumbuhan ekonomi global, menurut Thomas, membuat harga komoditas mulai turun, karena permintaan yang melemah.
"Makanya harga minyak turun dari US$ 125/barel menjadi US$ 85/barel. Harga minyak diprediksi turun menjadi US$ 85/barel di 2023. Kemudian US$ 65/barel di 2024. Meskipun masih banyak ketidakpastian," papar Thomas.
(wed/wed)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Warning! Ekonomi Inggris Terjangkit 'Resesi Panjang'
