Pengusaha Berbondong-bondong Bayar Pajak, RI Kebal Resesi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan pajak industri pengolahan hingga Agustus 2022 tumbuh mengesankan yakni 49,4% secara tahunan (year on year/yoy).
Adapun realisasi penerimaan pajak hingga Agustus 2022 mencapai Rp 1.171,8 triliun atau tumbuh 58,1% dengan capaian 78,9% dari target dalam Perpres 98/2022.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan kinerja penerimaan pajak yang baik pada periode Januari-Agustus 2022 dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif.
"Juga dipengaruhi basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif fiskal dan dampak implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)," jelas Suryo di kantornya, Selasa (4/10/2022).
Adapun industri pengolahan menyumbangkan 29,7% terhadap penerimaan pajak pada Agustus 2022. Dengan pertumbuhan mencapai 49,4% secara tahunan (year on year/yoy).
Suryo bilang, hampir seluruh subsektor pada sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan positif double digit, kecuali subsektor industri tembakau.
Secara rinci, hingga 31 Agustus 2022 industri makanan dan minuman terealisasi Rp 57,39 triliun atau menyumbang 18,4% dari pajak industri pengolahan, industri kimia dan farmasi terealisasi Rp 48,84 triliun atau 15,7%.
Kemudian industri logam dan barang turunannya tercapai Rp 40,67 triliun atau berkontribusi 13,1%, industri hasil pertambangan Rp 51,56 triliun atau 16,6%, industri kertas, karet, plastik dan barang turunannya Rp 20,64 triliun atau 6,6%.
Realisasi penerimaan pajak untuk industri otomotif hingga Agustus 2022 tercatat Rp 30,82 triliun atau 9,9%, industri tembakau Rp 24,67 triliun atau 7,9%, industri mesin, listrik dan elektronik Rp 18,46 triliun atau 5,9%.
Selanjutnya, industri tekstil dan pakaian jadi menyumbang Rp 10,07 triliun atau 3,2%, industri lainnya Rp 6,76 triliun atau 2,2%, dan industri furniture, kayu, dan barang turunannya Rp 1,62 triliun atau 0,5%.
"Pertumbuhan yang sangat baik ini didorong oleh peningkatan harga komoditas, terutama pada industri makanan dan industri logam," jelas Suryo.
"Peningkatan impor sejalan dengan peningkatan kapasitas produksi akibat peningkatan permintaan, serta profitabilitas 2021 yang meningkat (PPh Badan yang dibayar April 2022)," kata Suryo lagi.
(mij/mij)