Nyusul Nikel, Harta Karun RI Ini Diramal Bakal Jadi Primadona

News - Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
04 October 2022 15:20
Infografis, Daerah Penyimpanan Harta Karun RI Foto: Infografis/Harta Karun RI/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia diperkirakan bakal kembali mendulang keuntungan besar dari salah satu komoditas mineral. Namun, komoditas mineral yang dimaksud kali ini bukan lah nikel, melainkan aluminium yang bersumber dari bahan baku bauksit.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengolah data USGS Januari 2020, Indonesia memiliki cadangan bauksit sebesar 1,2 miliar ton atau no.6 terbesar di dunia, setelah Guinea 24%, Australia 20%, Vietnam 12%, Brazil 9%, dan Jamaika 7%. Cadangan bauksit RI ini mencapai 4% dari cadangan bauksit dunia sebesar 30,39 miliar ton.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, jumlah sumber daya bijih terukur bauksit Indonesia mencapai 1,7 miliar ton dan logam bauksit 640 juta ton, sementara cadangan terbukti untuk bijih bauksit 821 juta ton dan logam bauksit 299 juta ton.

"Indonesia memiliki cadangan bauksit nomor 6 terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku bauksit dunia," tulis Booklet Bauksit Kementerian ESDM 2020.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan, selain nikel, pemerintah juga mendorong agar mineral seperti aluminium mulai berkembang pesat. Bahkan, pembangunan proyek smelter aluminium untuk kapasitas 500 ribu ton per tahun di Kalimantan Utara tengah berjalan.

"Sudah ada beberapa automotive company yang tertarik untuk melakukan offtake terhadap aluminium produknya karena ini juga akan menggunakan salah satunya menggunakan hydropower," ungkapnya dalam acara Closing Bell CNBC Indonesia pekan lalu.

Sehingga, Seto menilai bahwa industri aluminium di dalam negeri akan berkembang ke depannya. Apalagi, lanjutnya, tidak hanya ada di Kalimantan Utara saja, namun smelter aluminium juga sudah ada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

"Jadi saya kira aluminium sebentar lagi akan ikut mengejar ya, ngejar nikel," kata dia.

Aluminium merupakan produk hasil olahan dari bahan mentah bauksit. Aluminium biasa digunakan untuk keperluan konstruksi/ bangunan, peralatan mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan, barang tahan lama, dan lainnya. Bahkan, setiap kendaraan listrik diperkirakan mengandung 0,25 ton aluminium.

Proses pengolahannya yakni bauksit dimurnikan terlebih dahulu untuk memperoleh alumina, lalu dilebur lagi untuk membuat aluminium. Adapun setiap produksi satu ton alumina memerlukan 2-3 ton bauksit.

Saat ini produsen dan konsumen terbesar aluminium dunia adalah China.

Pada 2019, kebutuhan aluminium Indonesia sebesar 1 juta ton. Namun, yang diproduksi di dalam negeri hanya sebesar 250 ribu ton, sehingga RI masih mengimpor aluminium sebesar 748 ribu ton.

Masih besarnya impor aluminium RI, padahal bahan baku ada di dalam negeri tak lain karena masih minimnya jumlah pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter). Pasalnya, kini hanya terdapat dua smelter pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina yang telah beroperasi. Adapun kapasitas input bijih bauksitnya sebesar 4.564.000 ton per tahun.

Namun kini tengah dilakukan pembangunan 12 pabrik pengolahan (smelter) bauksit menjadi alumina. Bila itu tuntas dibangun dan mulai beroperasi, maka kapasitas input bijih bisa melonjak menjadi 35 juta ton per tahun.

Guna mendorong hilirisasi tumbuh di dalam negeri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berkali-kali mengungkapkan akan menghentikan ekspor bahan mentah, termasuk bauksit, dan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Bila ini terjadi dan RI mampu membangun pabrik aluminium di dalam negeri dan kemudian mengekspornya, maka tentunya nilai tambahnya akan berkali-kali lipat, seperti halnya terjadi pada nikel.

Jokowi mencatat, karena adanya pelarangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 dan hanya ekspor produk hasil hilirisasi, pendapatan negara melejit signifikan dari yang sebelumnya hanya US$ 1,1 miliar atau Rp 15 triliunan pada tahun 2017-an menjadi US$ 20,9 miliar atau Rp 360 miliar pada tahun 2021.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bukti Nyata RI Jual Tambang Mentah, Bikin Jokowi Geregetan!


(wia)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading