Rupiah Ambruk, Duo Raksasa BUMN Sektor Energi RI Masih Kuat?

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Senin, 03/10/2022 10:00 WIB
Foto: Dok: Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tak kuat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Melansir data Refinitiv, Senin (3/10/2022), rupiah membuka perdagangan di Rp 15.230/US$, melemah 0,3% di pasar spot. Depresiasi rupiah kemudian bertambah menjadi 0,16% ke Rp 15.250/US$ pada pukul 9:04 WIB.

Pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi mempengaruhi kinerja dua perusahaan pelat merah di sektor energi, yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Maklum, kedua perusahaan energi kerap bertransaksi menggunakan dolar AS.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pahala Mansury mengatakan, kedua BUMN kedua perusahaan tersebut hingga saat ini masih berkinerja baik.


"Sampai dengan kondisi bulan Agustus lalu kedua perusahaan baik Pertamina maupun PLN memiliki kinerja yang sangat baik. Demand tahun ini meningkat cukup signifikan baik itu sisi permintaan bisnis maupun untuk rumah tangga, jadi kami melihatnya cukup postif meski disampaikan tadi ada pelemahan rupiah. Sampai saat ini tidak ada kerugian valas yang berarti di kedua BUMN tersebut," kata Pahala kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Senin (3/10/2022).


Pahala mengakui, kedua perusahaan BUMN tersebut memang memiliki kewajiban dalam bentuk mata uang dolar, namun baik Pertamina maupun PLN disiplin dalam menerapkan hedging yang telah ditentukan sesuai aturan yang berlaku, yaitu diatas 25% dari net kewajiban perusahaan.

"Kami lihat sampai saat ini pergerakannya masih aman bahkan seperti yang kami sampaikan kami menganjurkan kedua BUMN tersebut untuk bisa memiliki hedging rasio di atas 25% dibandingkan net kewajiban mereka. Seperti yang kita ketahui sesuai aturan yang ada sebetulnya kedua BUMN tersebut hanya memiliki kewajiban hedging sampai dengan 25% dibandingkan dengan net kewajiban mereka. Kedua BUMN tersebut kami arahkan melakukan hedging di atas nilai tersebut," jelasnya.

Bahkan, Pahala menyebut, kinerja Pertamina ataupun PLN saat ini didorong oleh pendapatan yang cukup signifikan. Peningkatan pendapatan Pertamina berasal dari Upstream, sementara pendapatan PLN berasal dari permintaan industri yang saat ini kembali menggeliat. "Sehingga sampai saat ini kami belum melihat adanya pelemahan rupiah mempengaruhi kedua kinerja BUMN tersebut," tuturnya.

Pahala menambahkan, dari sisi pendapatan baik Pertamina maupun PLN telah melampaui target anggaran yang telah ditentukan. Pendapatan PLN secara tahunan meningkat hingga 20%, sementara Pertamina meningkat 45%.

"Kalau kita lihat sampai saat ini, kalau dari sisi pendapatan khususnya PLN misalnya kami menargetkan bulan Juli misalnya, pelampauan anggaran mereka yaitu sebesar sekitar 5%, secara year on year juga mengalami peningkatan mencapai di atas 20%. Jadi ini tentunya merupakan peningkatan kinerja yang cukup baik. Sementara dari sisi Pertamina dari sisi penjualan kinerjanya cukup baik. Sehingga dari sisi pendapatan bisa mencapai di atas US$ 45 miliar sampai posisi Juli lalu tentunya merupakan realisasi yang cukup baik dari apa yang kita targetkan dan secara yoy juga mengalami peningkatan diatas 45%," ungkapnya.

Pahala menilai, dengan kinerja kedua perusahaan energi tersebut dapat mencerminkan kebangkitan sektor industri manufaktur yang menjadi bagia dari pemilikan ekonomi, karena permintaan energi yang merupakan sumber bahan baku pembuatan produksi.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Presiden Prabowo Subianto Menerima Kunjungan PM Malaysia