Pengusaha Ferry 'Murka', Tolak Kenaikan Tarif 11%! Ada Apa?

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
29 September 2022 11:15
Foto aerial yang memperlihatkan sejumlah kendaraan yang akan menyeberang ke Sumatera mengantre untuk memasuki kapal ferry di Pelabuhan Merak Banten, Rabu (5/5/2021) dinihari. Jelang larangan mudik pada 6 Mei 2021, Pelabuhan Merak mengoperasikan 29 kapal roro untuk melayani penyeberangan penumpang menuju Pelabuhan Bakauheni. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Suasana di Pelabuhan Bakauheni. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi telah menaikkan tarif penyeberangan sebesar 11% dan berlaku mulai 1 Oktober 2022. Namun, Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menolak keputusan itu.

Kenaikan tarif 11%, menurut Gapasdap, kurang dari harapan pengusaha hingga bisa berpengaruh pada faktor keselamatan penumpang.

"Besaran kenaikan tidak sesuai dengan pengusulan dari Gapasdap, di mana sebenarnya kenaikan tarif seharusnya 43%," kata Ketua Gapasdap Khoiri Soetomo, dalam keterangan, Kamis (29/9/2022).

Dari perhitungannya, imbas kenaikan BBM ada lonjakan biaya operator sebesar 7-10%. Sementara, penetapan tarif tahun 2018 lalu disebut masih 35% di bawah dari seharusnya.

Menurut dia penyesuaian tarif yang dilakukan saat ini tidak sesuai dengan hasil evaluasi, sehingga tidak cukup untuk menjamin keselamatan pelayaran dan standar pelayanan minimum.

"Kami heran, Menteri Perhubungan adalah penanggung jawab keselamatan transportasi, akan tetapi kenapa menetapkan tarif yang bertolak belakang dengan keselamatan. Seakan-akan kami ingin dijebak pada penilaian publik tentang rendahnya jaminan keselamatan transportasi penyeberangan ataupun standar pelayanan minimum yang kurang," katanya.

Sehingga operator tidak bisa menerima tuntutan keselamatan dari pemerintah. Bahkan dikatakan keselamatan bukan menjadi tanggung jawab operator/pengusaha melainkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), karena kondisi pentarifan yang minim.

"Tarif angkutan penyeberangan yang melakukan perhitungan adalah pemerintah, sehingga ketika terjadi kekurangan dalam penerapannya seolah-olah ada unsur kesengajaan atau tidak paham terhadap transportasi. Di mana keselamatan merupakan prioritas utama yang harus dijamin. Bila terjadi kecelakaan, maka menteri yang harus bertanggung jawab. Keselamatan janganlah dipolitisasi, karena keselamatan nilainya mutlak," kata Rifai.

Selain itu kurangnya tarif juga berpengaruh pada tingkat kesejahteraan karyawan yang selama ini sudah terganggu dalam pembayaran gaji.

"Selama ini sudah banyak perusahaan yang tidak mampu membayar gaji tepat waktu bahkan beberapa perusahaan besar sudah gulung tikar," katanya.

yang sebenarnya sesuai ketentuan harus dilakukan evaluasi atau penyesuaian setiap 6 bulan, tetapi hal ini tidak dilakukan. Sehingga tidak cukup untuk menjamin keselamatan pelayaran dan juga standar pelayanan minimum.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Operator Kapal Ferry Teriak, Tarif Angkutan Tak Kunjung Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular