RI Mau Jadi Raja Baterai Listrik, Ini yang Harus Diperhatikan

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
28 September 2022 20:49
SPG motor listrik saat menunggangi Skuter Listrik Viar Q1 di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (31/7). Viar Q1 yang dibeli oleh PLN Disjaya nantinya akan dipakai untuk operasional kelistrikan dari pos ke pos pada ajang Asian Games 2018. Viar Q1 mengadopsi baterai jenis Lithium-ion maintenance free dengan spesifikasi 60v20AH, dengan estimasi umur 600-800 siklus pengisian, kapasitas maksimumnya adalah 2 kWh, dengan estimasi pengisian penuh 5-7 jam. Charger-nya sendiri memiliki spesifikasi 220 volt dengan frekuensi 50 Hz. Q1 sendiri saat ini penjualannya sekitar 500-an unit tiap bulannya. Penyebarannya di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya dan Makassar. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Persaingan untuk memperebutkan investasi ekosistem baterai kendaraan listrik semakin ketat. Oleh sebab itu, perlu upaya ekstra bagi Indonesia untuk memenangkan kompetisi tersebut.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Rizal Kasli menilai dalam menggenjot ekosistem baterai kendaraan listrik, investor tentunya akan memilih negara mana yang dapat memberikan tawaran yang lebih menarik untuk bisnis mereka.

Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia juga harus bisa memberikan jaminan investasi dan jaminan berusaha kepada para investor, di samping insentif baik fiskal maupun non fiskal.

"Sehingga kita bisa bersaing dengan negara lain karena investor itu tentu saja akan memilih negara yang lebih memberikan kompetisi yang lebih efisien," ujar dia dalam acara Closing Bell CNBC Indonesia, Rabu (28/9/2022).

Selain itu, guna memenangkan kompetisi tersebut pemerintah juga dapat menerbitkan izin yang lebih cepat dan efisien. Termasuk juga menyederhanakan perizinan.

Pasalnya, banyak sekali perizinan yang harus diurus oleh pengusaha baik di Kementerian maupun lintas lembaga serta instansi pemerintah. Termasuk di pemerintah daerah

Rizal menyadari bahwa Indonesia saat ini memang unggul di beberapa komoditas seperti nikel kemudian bauksit, timah, dan tembaga. Namun demikian, hal itu tidak bisa menjamin keberlangsungan suatu industri akan bertahan lama.

"Kalau memang tidak dilakukan evaluasi seperti di nikel sekarang banyak sekali di bangun smelter yang dengan teknologi pirometalurgi artinya yang menggunakan bahan bakunya atau bijinya dari kadar tinggi. Nah padahal ketersediaan bahan baku ini antara 10-15 tahun sudah habis. Nah tentu saja Ini harus menjadi pertimbangan kita," kata dia.

Karena itu, Rizal mendorong agar pemerintah dapat menciptakan iklim investasi yang baik ke depan. Sehingga bisa menarik perusahaan perusahaan untuk melakukan kegiatan eksplorasi, khususnya guna menemukan sumber daya dan cadangan baru. Dengan begitu bisa menambah umur daripada industri tersebut.

"Di lain pihak bahwa beberapa komoditas saya juga perlu diperhatikan namun saya sih untuk nikel yang pirometalurgi ini mungkin sudah perlu dipikirkan untuk melakukan moratorium karena makin banyak apa ditambah smeternya dikuatirkan cadangannya tidak mencukupi dikhawatirkan akan menjadi importir," ujarnya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Bakal Resmikan Pabrik Baterai Mobil Listrik 2 Minggu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular