Green Economic Forum 2024

Harita Blak-blakan Soal Prospek Cuan Nikel RI

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
29 May 2024 17:14
Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada (Harita Nickel), Roy Arman Arfandy menyampaikan pemaparan dalam acara Green Economic Forum 2024 di Jakarta, Rabu (29/5/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada (Harita Nickel), Roy Arman Arfandy menyampaikan pemaparan dalam acara Green Economic Forum 2024 di Jakarta, Rabu (29/5/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Permintaan nikel dari Indonesia untuk bahan baku baterai meningkat tajam saat ini. Hal ini sejalan dengan perkembangan industri electric vehicle (EV).

Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel Roy Arman Arfandy mengungkapkan 70% permintaan nikel dahulunya berasal dari stainless steel. Namun, perlahan permintaan tersebut digeser oleh baterai berbasis nikel. Roy mengatakan permintaannya kini mencapai 14%.

"Sekarang itu stainless steel turun sekitar 65%. Baterai, kebutuhan baterai berbasis nikel itu dulunya 3-4% mungkin sekitar 5-6 tahun yang lalu. Demand baterai industri terhadap nikel itu mungkin sekarang sudah sekitar 14%," paparnya, dalam Green Economic Forum 2024 yang diadakan oleh CNBC Indonesia, di Hotel Kempinski, Rabu (29/5/2024).

"Jadi ada kenaikan cukup tinggi terhadap demand nikel," tegasnya.

Pertumbuhan inilah yang dimanfaatkan oleh pemerintah bersama semua industri player untuk saling mendukung dan membangun ekosistem baterai mobil listrik Indonesia. Adapun, Roy mengaku Harita Nickel saat ini merupakan satu-satunya produsen nikel sulfat dan kobalt sulfat di Indonesia. Kedua produk antara tersebut merupakan bahan baku utama yang dapat digunakan untuk membuat kendaraan listrik.

Meski demikian, Roy mengaku nikel sulfat produksi Harita sampai saat ini masih diekspor karena belum ada pabrik di dalam negeri yang bisa mengolahnya menjadi prekursor, katoda nikel hingga menjadi baterai kendaraan listrik.

"Harita sudah setengah jalan karena dari 6 chain, mining mejadi mixed hydroxide precipitate (MHP) ke nikel sulfat [telah terpenuhi] atau setengah jalan menuju pembuatan baterai," jelas Roy.

Meski masih belum ada pabrik di dalam negeri dirinya percaya permasalahan ini ke depannya akan terselesaikan dengan pemerintah dan sejumlah pihak telah mengungkapkan komitmen pembangunan pabrik baterai di Indonesia.

"kalau pemerintah memantik investor, ekosistemnya tercipta, saya berharap pabrik prekursor, katoda dan baterai ev menyusul agar ekosistem ini jalan sirkular," jelas Roy.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BPS & BI Malut Apresiasi Program Hilirisasi Harita Nickel

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular