
'Korban' Terbaru Perang Rusia-Ukraina: Vodka Cs

Jakarta, CNBC Indonesia - Hujan sanksi yang diberikan Eropa dan para sekutunya telah berdampak pada perekonomian Rusia. Terbaru, harga minuman beralkohol kadar tinggi seperti vodka akan segera dinaikkan.
Hal itu diungkapkan Kementerian Keuangan Rusia. Kenaikan harga rencananya mulai berlaku pada Januari 2023.
Berdasarkan laporan kantor berita Rusia RIA Novosti yang dikutip Newsweek, Rabu (28/9/2022), kebijakan tersebut merupakan tanggapan terhadap peningkatan biaya produksi sebagai akibat dari sanksi yang dijatuhkan setelah serangan Rusia ke Ukraina.
Menurut rancangan kebijakan tersebut, harga minimum alkohol kuat-termasuk vodka-akan naik per botol 0,5 liter dari 261 rubel atau sekitar Rp 67.800 (kurs Rp 260) menjadi 281 rubel atau Rp 73.000.
Harga minimum cognac akan naik dari 480 rubel atau Rp 124.800 per botol 0,5 liter menjadi 517 rubel atau Rp 134.400, sedangkan harga brendi meningkat dari 349 rubel atau Rp 90.700 menjadi 375 rubel Rp 97.500.
Menurut RIA Novosti, Kementerian Keuangan Rusia membenarkan kenaikan tersebut karena kenaikan biaya produksi, termasuk tenaga kerja, kenaikan biaya etil alkohol, dan sanksi yang diperkenalkan awal tahun ini yang mempersulit perusahaan Rusia untuk mendapatkan peralatan tertentu.
Adapun sejauh ini, Rusia berusaha mempertahankan harga minimum beralkohol kuat untuk mengantisipasi serbuan minuman palsu.
Perlu diketahui, setelah Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari, negara-negara Barat membekukan aset Rusia, melarang ekspor teknologi canggih tertentu, dan memotong beberapa bank terbesar Rusia dari sistem pembayaran SWIFT.
Lebih dari 1.200 perusahaan asing mengumumkan bahwa mereka mengakhiri operasi di Rusia, baik karena alasan moral atau karena kasus bisnis tidak lagi masuk akal.
Pada Juni, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengakui sanksi memiliki dampak yang signifikan terhadap Rusia.
Berbicara kepada TASS, dia mengatakan situasinya tidak mudah. Dia menggambarkannya sebagai perang ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Tapi ada sisi positifnya, situasi ini mendorong kita dan negara sahabat kita untuk mencari cara interaksi baru, mekanisme baru interaksi dan mekanisme baru penyelesaian keuangan," tuturnya.
Sementara itu, angka yang dirilis pada Juni menunjukkan output manufaktur Rusia menurun sebesar 3,2% setelah sanksi diberlakukan, dengan produksi mobil khususnya turun 96,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! Modus China Diam-Diam Bantu Rusia dari Sanksi AS Cs
