
Bukan Gertak Sambal, Ancaman Nuklir Rusia di Depan Mata

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman nuklir Rusia di depan mata. Ini pasca sekutu Presiden Vladimi Putin mengutarakan komentar terbarunya soal senjata mematikan itu, Selasa.
Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia yang juga mantan presiden negara itu, Dmitry Medvedev, mengatakan bahwa Moskow dapat menggunakan senjata nuklir bila memang diperlukan. Ancaman ini dilontarkan saat hubungan Rusia dan negara-negara Barat makin memburuk akibat serangan di Ukraina.
Dalam pernyataan di media sosialnya, Medvedev mengatakan bahwa musuh Rusia saat ini sering menggunakan istilah-istilah seperti demokrasi, misi, dan kebebasan. Itu, katanya, memang menjadi alat negara-negara Barat dalam agenda geopolitiknya.
Walau begitu, Medvedev mengatakan bahwa kata-kata itu hanyalah semacam "diare verbal". Menurutnya, topik akhir-akhir ini yang dibahas negara-negara musuh adalah ancaman nuklir Rusia.
"Saya harus mengingatkan Anda lagi ... Rusia memiliki hak untuk menggunakan senjata nuklir jika perlu," tulisnya dikutip CNBC International, Selasa (27/9/2022).
"Dalam kasus yang telah ditentukan. Sangat sesuai dengan dasar-dasar kebijakan negara di bidang pencegahan nuklir (atau) jika kita atau sekutu kita diserang menggunakan senjata jenis ini. Atau jika agresi dengan penggunaan senjata konvensional mengancam keberadaan negara kita," tambahnya lagi.
Pernyataan Medvedev ini menegaskan apa yang disampaikan Putin pada pekan lalu, saat mengumumkan mobilisasi parsial. Di mana, ia menyebut Rusia memiliki senjata pemusnah untuk melindungi rakyat negara itu bila terjadi serangan.
Di kesempatan yang sama, Medvedev juga meyakini aliansi militer Barat, NATO, tidak akan mengambil resiko perang nuklir dan langsung di Ukraina. Bahkan jika Moskow menyerang Kyiv dengan senjata nuklir.
"Saya percaya bahwa NATO tidak akan secara langsung ikut campur dalam konflik bahkan dalam skenario ini," tambah Medvedev dalam sebuah posting di Telegram, mengutip Reuters.
"Para demagog (provokator) di seberang lautan dan di Eropa tidak akan mati dalam kiamat nuklir," ujarnya.
Hubungan antara Barat dan Rusia semakin memanas setelah Moskow menggelar referendum di wilayah yang dikuasainya di Ukraina seperti Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia. Terbaru pro Rusia di keempat wilayah itu telah mengumumkan menang referendum dan memilih bergabung ke Kremlin.
Tanggapan AS?
Sementara itu, aliansi Barat yang dipatroni Amerika Serikat (AS) sendiri belum merinci bagaimana mereka akan menanggapi serangan nuklir Rusia di Ukraina. Tetapi Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional Gedung Putih, mengatakan Washington telah menjelaskan kepada Moskow jika serangan nuklirnya ke Ukraina akan memiliki konsekuensi tersendiri.
Serupa, Penasihat presiden Ukraina Mykhailo Podolyak mengatakan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Swiss Blick bahwa Ukraina sedang mempersiapkan kemungkinan serangan nuklir Rusia. Tetapi, ia mengatakan tanggung jawab ada pada negara-negara bersenjata nuklir untuk mencegah Rusia.
"Di mana tepatnya kita harus mengevakuasi orang jika terjadi serangan nuklir Rusia terhadap Ukraina?" tanyanya.
"Itulah mengapa penggunaan senjata nuklir adalah masalah keamanan global-ini bukan lagi hanya tentang Ukraina," tambahnya.
Perang Rusia ke Ukraina telah terjadi selama tujuh bulan. Sebanyak 5.000 lebih warga tewas, mengutip perhitungan lembaga PBB.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Panas! Jenderal Ukraina Warning Perang Dunia III Rusia