Permintaan BBM Pesawat Diramal Pulih Dalam Waktu Dekat
Jakarta, CNBC Indonesia - Permintaan bahan bakar pesawat atau avtur diperkirakan akan kembali seperti pra-pandemi dalam satu hingga dua tahun lagi. Menurut Presiden Shell Aviation Jan Toschka, kemungkinan jumlahnya akan mencapai 300 juta ton per tahun.
Toschka mengatakan permintaan di Amerika Serikat (AS) telah kembali seperti tahun 2019. Di Eropa, tercatat sudah lebih dari 80% dan ada di jalur pemulihan penuh tahun depan.
"Asia sedikit mengalami jalan bergelombang saat pasar dibuka dan ditutup, namun dengan kami mengharapkan untuk Asia khususnya, di tahun depan bisa kembali, tapi mungkin perlu satu tahun lagi hingga melihat potensi penuh pasar," kata Toschka, dikutip dari Reuters, Selasa (27/9/2022).
Namun Reuters mencatat pasokan bahan bakar jet akan makin ketat di Eropa. Ini terjadi akibat sanksi yang dijatuhkan pada produk minyak Rusia berlaku pada 5 Februari.
Keputusan itu menyebabkan Uni Eropa mengimpor lebih bahan bahan bakar dari Amerika Serikat (AS), China, India dan Timur Tengah. "Pasar perlu membeli dari kilang yang lebih jauh, pengiriman dan kereta api serta semua jenis distribusi sekarang berada di bawah tekanan dengan jenis rute baru (perdagangan) ini," jelas Toschka.
Sementara itu, Shell sedang berfokus pada pengembangan bahan bakar terbarukan agar mencapai 10% dari penjualan jet globalnya pada tahun 2030 mendatang. Untuk itu Shell sedang mempertimbangkan membangun dua pabrik bahan bakar penerbangan berkelanjutan di AS. Salah satu proyeknya adalah memanfaatkan teknologi hydroprocessed esters and fatty acid (HEFA) yang tradisional dan untuk yang kedua memanfaatkan teknologi lebih baru.
Selain itu Shell kemungkinan akan membuat keputusan investasi akhir pada pabrik SAF Singapura pada akhir 2022 atau awal 2023. Pabrik itu diharapkan akan mulai beroperasi pada 2026 mendatang dengan produksi mencapai setengah juta SAF.
Toschka menambahkan untuk pabrik biofuel Rotterdam diharapkan bisa mulai berproduksi tahun 2024 atau 2025. "Kami akan memiliki lebih dari 2 juta ton SAF setiap tahun pada 2030," ungkapnya.
(npb/wia)