Mengulik Core Tax

Mengulik Sistem IT Baru Pajak, Canggih & Bernilai Fantastis

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
23 September 2022 13:40
Tanah & Rumah Warisan Bebas Pajak Lho, Tapi Ada Syaratnya!
Foto: Ilustrasi pajak /Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan ternyata tengah mempersiapkan proyek reformasi pajak besar.

Reformasi ini akan menyentuh aspek sistem information technology atau teknologi informasi perpajakan yang supercanggih. Proyek ini adalah pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau yang sering dikenal core tax system.

Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengungkapkan pembaruan core tax ini adalah reformasi perpajakan yang dilatarbelakangi oleh disrupsi teknologi yang terkait dengan proses bisnis.

Menurutnya, selama ini, bisnis proses di dalam DJP belum bisa mengimbangi perkembangan di dunia yang serba canggih dan memudahkan.

"Masyarakat banyak digital (sekarang), masa DJP masih manual. Jadi itu latar belakangnya, kita bikin Pembaruan SIAP (core tax)," tegas Iwan ketika ditemui CNBC Indonesia di Kantor DJP, dikutip Jumat (23/9/2022).

Untuk mengeksekusi core tax ini, DJP menyiapkan 3 kelompok kerja (Pokja). Pokja I mengatur masalah SDM dan organisasi, Pokja II mencakup reformasi TI, proses bisnis serta data, dan Pokja III bertanggung jawab mengenai regulasi.

Adapun, Pokja II ditetapkan sebagai leader dari pembaruan SIAP karena reformasi yang dominan dalam core tax ini menyangkut re-engineering proses bisnis yang erat kaitannya dengan teknologi.

"Proses bisnis tanpa teknologi informasi tidak jalan," ujarnya.

Nantinya, sebanyak 21 proses bisnis yang ada dalam naungan DJP akan dilakukan secara penuh di dalam core tax.

Proses bisnis tersebut meliputi pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT), document management system (DMS), layanan wajib pajak, layanan penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, penagihan pajak, penyidikan, keberatan hingga banding.

Di sistem core tax yang lama, Iwan mengungkapkan proses bisnis sudah tersedia. Namun, gambarannya bak 'rumah tumbuh' dan teknologinya sudah usang.

"Tidak bisa men-support perkembangan layanan, makanya kita menegaskan harus diganti," tegasnya.

Kemudian, ada tiga konsep yang diterapkan dalam core tax. Pertama, migrasi ekosistem manual menjadi digital. Ini sudah dilakukan oleh DJP, seperti e-Filling, bukti potong dan lain sebagainya.

Konsep kedua adalah pembangunan ekosistem yang kolaboratif dimana sistem DJP akan terbuka, seperti halnya aplikasi ride-hailing atau e-commerce.

Iwan memperkirakan ada setidaknya 39 instansi yang datanya akan saling terhubung dengan sistem canggih DJP ini.

Tidak hanya soal data, DJP akan mengandeng Penyedia Jasa Administrasi Perpajakan (PJAP). Nantinya, sistem yang dikembangkan DJP dapat diakses oleh PJAP.

"Supaya wajib pajak bisa masuk ke DJP melalui PJAP dengan fitur-fitur yang lebih lengkap, karena mereka (PJAP) bisa membangun sistem streamline," katanya.

Ketiga adalah auto regulated ecosystem atau automasi sistem di DJP. "Jika wajib pajak bisa melakukan sendiri dengan datanya, permohonan itu dapat secara otomatis diberikan," ujarnya.

Dengan demikian, tatap muka dalam pelayanan pajak hampir tidak ada.

Pengadaan Core Tax

Sebelum pengadaan, Iwan mengungkapkan DJP dibantu oleh negara donor untuk mempersiapkan perencanaan hingga dokumen analisis.

"Kita dibantu sama konsultan big 5 didanai oleh donor, sehingga jadilah namanya analisis dokumen," paparnya. Iwan menegaskan donor tersebut bentuknya hibah, bukan utang.

Dari dokumen analisis, DJP memulai perencanaan pengadaan. Pilihannya, pembangunan mandiri atau lelang. Namun, pembangunan sendiri oleh DJP tidak mungkin karena sistemnya terlalu besar.

"Kita tidak punya kapasitas dan di Indonesia, kita kan market sounding, enggak ada di Indonesia yang bisa membangun perusahaan core tax yang komprehensif," ungkapnya.

"Karena belum pernah ada di Indonesia. Akhirnya, kita putuskan untuk internasional bidding," kata Iwan.

Untuk aplikasi core tax pun, DJP harus menetukan apakah mengambil aplikasi yang sudah berlisensi atau membangun sendiri. Dalam hal ini, DJPP memilih aplikasi yang sudah ada dengan alasan kemudahan dan kepraktisan.

"Kalau kita bangun sendiri, bikin dari awal lagi, 10 tahun belum tentu jadi," ungkapnya. Iwan mengisahkan untuk mengawal pengadaan, dirinya dan DJP, berupaya untuk menaati tata kelola yang berlaku.

Core tax ini, lanjutnya, tantangannya adalah pengadaannya internasional dan mengunakan raw based scenario.

Oleh karena itu, Kemenkeu mengajukan peraturan presiden (Perpres) khusus untuk mengawalnya, yakni Perpres No. 40 Tahun 2018. Saat itu, tantangannya luar biasa. Bahkan, Iwan mengaku pihaknya sampai harus menemui KPK, Jamdatun hingga Kementerian Koordinasi Bidang Maritim dan Investasi.

"Alhamdulillah semua tim setuju dan support Bu Menteri dan Pak Dirjen kuat banget. Bahkan dijadikan proyek ini sebagai proyek strategis nasional (PSN) di Bappenas," ujarnya.

"Sehingga untuk mengajukan angaran, jadi lebih mudah. Dan dikontrol langsung oleh Presiden," ungkapnya. Bahkan, LKPP dan BSSN ikut terlibat.

Dalam pengadaan untuk core tax, lanjut Iwan, dibagi dalam 5 paket. Empat paket jasa termasuk software dan satu paket hardware. DJP mengawal pengadaan software dan jasa konsultan. Sementara itu, Pusintek Kemenkeu melakukan pengadaan hardware untuk core tax ini.

DJP pun mengunakan agen pengadaan, yakni PriceWaterCopper (PWC). "Enggak bisa 'cawe-cawe'. Ini professional," tegasnya. Iwan menuturkan paket software dan hardware core tax sengaha dipisahkan dengan alasan menghindari terjadinya korupsi.

"Kita pisahkan untuk menjawab pertanyaan dari KPK. Gimana strategi Anda, supaya hardware itu tetap update dan tidak ada 'kong kali kong' di dalam bundling paket?"

"Kita pisahkan paket pengadaan dan paket aplikasi. Alhamdulillah, KPK setuju dan semua setuju," kata Iwan.

Fantastis & Canggih

Pada 2019, anggaran SIAP atau core tax ini dipatok sebesar Rp 2,9 triliun dengan skema multiyears hingga 2024.

Namun, Iwan mengungkapkan anggaran tersebut akhirnya hanya terpakai Rp 1,5 triliun untuk lima paket pengadaan. Dari nilai tersebut, pengadaan sistem integrator atau vendor terpilih melalui lelang, yakni konsorsium LG-QS.

Vendor di dalam konsorsium diketahui telah memiliki pengalaman mengembangkan sistem perpajakan canggih di Albandia dan Mesir. Nilainya mencapai Rp 1,3 triliun. Ada efisiensi dari nilai awal sebesar Rp 1,54 triliun.

"Pokoknya kita punya efisiensi sekitar 45-50% lah dari budget," paparnya.

Untuk nilai pengadaan hardware, Iwan mengungkapkan hal tersebut menjadi tanggung jawab Pusintek. Namun, dia memastikan hardware yang didapat merupakan yang terkini dan terbaik dengan spek yang paling tinggi.

"Coba kalau dijadikan satu paket, dapat hardware yang tidak update," katanya.


Penerapan Core Tax

Iwan mengungkapkan proyek stategis pengembangan Core Tax ini berjalan sesuai target linimasa yang tetapkan. Saat ini, core tax sudah tahapan pengembangan software. Akhir tahun, aplikasi akan diluncurkan dan sepanjang tahun depan, DJP akan melakukan tes.

Sejalan dengan itu, persiapan internal termasuk pengembangan SDM terus berjalan.

Masyarakat atau wajib pajak nantinya akan menjajal aplikasi dari sistem core tax baru ini pada Januari 2024. "Jadi aplikasi ini di-deploy 1 Januari 2024," kata Iwan.

Tiga bulan sebelum peluncuran, DJP akan melakukan sosialisasi kepada wajib pajak.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular