
Awas Pak Jokowi, Banyak yang Terancam Nganggur Gegara Ini!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki rencana untuk menyetop keran ekspor timah dan akan menggenjot program hilirisasi dari 'harta karun' terbesar di dunia itu. Namun, penyetopan ekspor ini sekiranya akan memiliki imbas terhadap para pekerja yang menggantungkan nasibnya pada pertambangan timah ini.
Jelas, kegiatan pertambangan timah yang saat ini terbesar berada di wilayah Bangka Belitung (Babel) akan terdampak signifikan terhadap pelarangan ekspor timah tersebut. Pasalnya, produksi timah pun akan berhenti ketika tidak bisa mensuplai tambang timah ke hilirisasi.
Dalam catatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, suplai timah ke dalam negeri hanya mencapai 5% dari total produksi timah di Indonesia. Angka dari 5% tersebut mencapai 3.500 ton pada tahun 2021.
Sementara, sejauh ini, produksi timah mengandalkan pasar ekspor. Di mana, pada tahun 2021 ekspor timah logam ke luar negeri mencapai 74 ribu ton, meningkat dibandingkan ekspor timah pada tahun 2020 yang mencapai 65 ribu ton.
Sekjen Asosiasi Eksportir Indonesia (AETI) yang juga Anggota Kadin Indonesia, Jabin Sufianto menyebutkan bahwa kegiatan pertambangan timah secara langsung berkontribusi terhadap perekonomian bangka belitung mencapai 30% dan multiplier efeknya bisa mencapai 60% terhadap perekonomian daerah tersebut. "Kalau ditutup ekspornya karena belum hilirisasi, maka bisa job les tidak ada kerjaan," ungkap Jabin.
Sejatinya, AETI dan Kadin sepakat mendukung rencana pemerintah mengembangkan hilirisasi di dalam negeri. Namun hilirisasi tidak bisa dilakukan secara mendadak apalagi jika bisa selesai pada tahun ini. Sejauh ini, dari catatan Jabin, hilirisasi timah yang ada di Indonesia baru mencapai 5% secara keseluruhan. Artinya, jika ingin mengejar hilirisasi mencapai 100% dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. "Investasi butuh waktu dan tidak bisa dalam tiga bulan jadi pabrik hilirisasi," ungkap Jabin.
Jabin memperhitungkan, jangan sampai perubahan bentuk timah melalui hilirisasi akan merugikan Indonesia dan menguntungkan negara-negara tetangga. Di mana, negara yang menerima ekspor timah dalam hilirisasi akan kembali mengubah timah dengan bentuk Tin Ingot yang saat ini dimiliki.
"Kita ekspor ke mereka, malah dicetak balik kebentuk ingot dan mereka yang untung. Jadi kami AETI dan KADIN ingin ada kepastian bahwa pemerintah membuat sesuatu kebijakan yang jangan merugikan kami pengusaha, tapi menguntungkan luar negeri. Kita harus bisa membuat road map yang di mana road map itu nantinya jadi acuan untuk hilirisasi bertahap, jadi benar-benar menguntungkan bagi Indonesia," ungkap dia.
Adapun jika hilirisasi berjalan di Indonesia, maka produk jadi yang akan dihasilkan di Indonesia salah satunya adalah Tin Chemical. Di mana, produk tersebut memiliki masa kadaluarsa hanya bisa bertahan tiga bulan.
Nah, jika ekspor tin chemical dilakukan ke luar negeri, maka pihak pembeli hanya akan memiliki waktu yang singkat dalam produk tersebut. "Kita kirim ke mereka misalnya perlu waktu satu bulan. Maka mereka hanya bisa memanfaatkan tin chemical beberapa bulan saja. Tentu importir akan memiliki negara yang paling dekat," tandas dia.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Sudah Bulat: Nanti Kita Setop Lagi Ekspor Timah
