
Ini Alasan Pengembangan 'Harta Karun' Hijau RI Masih Lamban

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki 'harta karun' hijau berupa energi baru terbarukan (EBT) khususnya dari energi panas bumi. Tercatat, pengembangan energi hijau panas bumi di Indonesia dinilai masih lambat.
Sampai pada tahun 2022 ini, kapasitas terpasang listrik dari panas bumi di Indonesia mencapai 2,1 Giga Watt (GW) atau rata-rata pertumbuhan per tahunnya mencapai 60 Mega Watt (MW) dari potensi 2,4 GW.
Presiden Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Prijandaru Effendi mengakui bahwa pertumbuhan pengembangan energi hijau panas bumi masih lambat. Salah satu alasannya adalah berkaitan dengan kesenjangan harga, sehingga harga listrik dari panas bumi ini belum mencapai keekonomian.
"Harga keekonomian yang terjangkau dari investor kepada pembeli yakni PT PLN inilah yang masih menjadi masalah utama yang haru kita cari," kata Prijandaru pada saat pembukaan acara 'The 8th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition 2022 di JCC, Rabu (14/9/2022).
Selain soal harga, ketidakpastian regulasi juga menjadi problem para investor yang akan mengembangkan energi hijau panas bumi ini.
"Mudah-mudahan dengan terbitnya Perpres tentang percepatan pengembangan energi, untuk penyediaan tenaga listrik dapat mendorong percepatan panas bumi. API bersama investor pengembang panas bumi terus berupa mencari terobosan teknologi serta melakukan efisiensi agar panas bumi bisa kompetitif dan program pemerintah menuju NZE di 2060 melalui pemanfaatan panas bumi bisa tercapai," tandas dia.
Tercatat, dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kapasitas terpasa energi hijau panas bumi di tahun 2025 mencapai 7,2 GW, dan akan meningkat di tahun 2030 menjadi 10 GW dan 17 GW pada tahun 2050. "Pencapaian target tersebut tidak mudah, karena perlu kerja keras," tandas Prijandaru.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Punya Harta Karun Top ke-2 Dunia, Begini Nasibnya..
