Internasional

Ekonomi Inggris Suram, Raja Charles III Punya 'Obatnya'?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Selasa, 13/09/2022 13:25 WIB
Foto: AP/Jonathan Brady

Jakarta, CNBC Indonesia - Kerajaan Inggris telah menobatkan Charles III sebagai pemimpin yang baru. Penobatan ini dilakukan setelah ibunda Charles, Ratu Elizabeth III, meninggal dunia.

Naik tahtanya Raja Charles III ini terjadi saat Inggris mengalami krisis biaya hidup. Kenaikan ini terjadi akibat lonjakan harga energi dan pangan yang mendorong inflasi di negara itu hingga di atas 9%.

Bahkan, kenaikan biaya hidup ini menjadi faktor pendorong lebih banyak perempuan menjadi pekerja seks komersial (PSK). Di awal musim panas negara itu saja, dimulai Juni dan berakhir September, ada tambahan 1/3 perempuan menjadi PSK.


Dengan terjadinya krisis biaya hidup ini, Inggris telah masuk ke dalam ancaman resesi. Hal ini juga terlihat datarnya PDB Inggris dalam tiga bulan hingga Juli.

"Ini berarti Inggris memasuki resesi teknis untuk pertama kalinya sejak pembatasan penguncian berakhir," kata seorang ekonom di PwC, Jake Finney, melansir Reuters.

Pada Agustus, Bank of England (BoE) memperkirakan resesi untuk ekonomi terbesar kelima di dunia yang berlangsung dari akhir 2022 hingga awal 2024. Ini sebagian besar karena pukulan terhadap standar hidup dari harga energi yang didorong oleh perang di Ukraina.

Untuk mengatasi hal ini, Perdana Menteri (PM) baru Liz Truss berencana untuk menerapkan subsidi energi. Dalam rencana terbarunya, Truss mengharapkan pihaknya mampu memberikan bantuan hingga 100 miliar pound atau setara Rp 1.700 triliun.

Bantuan ini nantinya akan mengkompensasi harga gas dan bahan bakar lainnya yang dibayarkan perusahaan energi untuk menghasilkan tenaga listrik. Diketahui Otoritas energi Inggris Ofgem sebelumnya berencana untuk menaikan tarif batas atas listrik rumah tangga pada Oktober mendatang hingga 3.549 pound atau Rp 60,7 juta setahun.

Dengan bantuan ini, diharapkan rata-rata tagihan energi tahunan rumah tangga akan ditahan di level 2.500 pound untuk dua tahun ke depan.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video:Ekonomi Inggris Terpukul Tarif AS, Kontraksi Terdalam Sejak 2023