Internasional

Malapetaka di Eropa Makin Ngeri, Listrik Warga Bakal Dijatahi

sef, CNBC Indonesia
Jumat, 09/09/2022 08:00 WIB
Foto: Eropa (AP PHOTO/RITZAU SCANPIX/Olafur Steinar Gestsson)

Jakarta, CNBC Indonesia - 'Malapetaka' yang dihadapi warga Eropa akibat kekurangan pasokan energi sepertinya akan makin jadi. Hari ini, Jumat (9/9/2022) menteri-menteri energi Eropa dan Komisi Eropa akan menggelar pertemuan pada untuk membahas kewajiban pembatasan penggunaan listrik saat jam sibuk di benua tersebut.

Bocoran sempat dikatakan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dimuat Reuters. Ini masuk ke dalam opsi dan proposal Uni Europa (UE) untuk menanggulangi krisis energi akibat berkurangnya pasokan gas Rusia, harga yang melambung, serta dibatasinya konsumsi minyak Kremlin.

Bersama aturan itu, Eropa juga diketahui akan menerapkan pembatasan harga gas Rusia. Ada pula usulan lain bagi bisnis yakni solidarity tax dari perusahaan penghasil bahan bakar fosil serta jalur kredit darurat untuk stakeholder di bidang energi.


"Kita menghadapi situasi yang sangat luar biasa karena Rusia menjadi pemasok yang tidak bisa diandalkan dan telah memanipulasi pasar energi kami," tegas Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.

"Kami akan buktikan jika kami sanggup bersatu dan solid menangani ini," tambahnya.

Krisis energi di Eropa sendiri dimulai dengan kenaikan harga gas sejak awal 2022. Gas menjadi sumber energi utama mayoritas negara karena komitmen Eropa untuk beralih ke energi terbarukan dan meninggalkan energi fosil lain.

Gas dianggap rendah emisi dibanding batu bara dan minyak. Namun harganya seiring pembukaan global dari pandemi Covid-19 kala itu.

Kenaikan harga makin menjadi tatkala Rusia mengumumkan serangannya ke Ukraina. Rusia merupakan pemasok utama gas rata-rata negara Eropa.

Alhasil sanksi diberikan Barat. Namun Rusia melawan dengan menerapkan pembayaran dengan mata uangnya, Rubel, termasuk memotong pasokan gas sejumlah negara 'musuh'.

Terbaru di 31 Agustus hingga kini Rusia menyetop gas Nord Stream 1, pipa yang mengalirkan energi itu dari Beruang Merah ke Jerman lalu ke Eropa, dengan alasan teknis. Padahal sejak Juni, gas untuk pipa tersebut Sudan dikurangi hingga Hanna 20%-nya saja.

Hal itu menyulut kenaikan inflasi di benua tersebut. Di mana Agustus, indeks harga konsumen tahunan di Eropa telah naik menjadi 9,7%.

Sebelumnya, Selasa, pengurangan penggunaan energi hingga 10% sudah diserukan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Ia mengatakan rencana penjatahan energi sedang disiapkan jika dibutuhkan, dan pemotongan akan diambil sebagai upaya terakhir.

Ia mendesak bisnis dan rumah tangga Prancis untuk menghemat energi. Termasuk dengan mematikan pemanas dan pendingin udara.

"Energi terbaik adalah yang tidak kita konsumsi," kata Macron.

Sebenarnya sejak Juli, Komisioner Energi Uni Eropa Kadri Simson juga telah memberi peringatan soal listrik warga Eropa. Ia mengatakan pemutusan total pasokan gas Rusia akan mempersulit blok tersebut untuk mengisi lokasi penyimpanan gas hingga ambang batas 80% yang dibutuhkan pada awal November.

Mengutip Bloomberg, ia mengimbau warga dan industri untuk tidak menggunakan pendingin ruangan sebanyak tahun-tahun sebelumnya selama beberapa bulan ke depan. Ini untuk menghemat listrik menjelang musim dingin, yang pasti akan lebih menyerap banyak energi.

"Jika ada gangguan penuh, kami harus memprioritaskan penghematan. Ini cadangan pencegahan, tidak hanya industri, tetapi juga rumah tangga dapat mengubah perilaku mereka, agar di tengah musim dingin kita dapat menghindari pembatasan beberapa sektor industri," ungkap Simson.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Setelah 9 Tahun, Perundingan IEU-CEPA Capai Tahap Akhir