Internasional
Ramai Negara Kena 'Kiamat' Ini, dari Malaysia ke Australia-AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Kiamat tenaga kerja kini melanda sejumlah negara di dunia. Setidaknya beberapa negara telah menunjukkan fakta-fakta tersebut.
Pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebabnya. Berikut rangkumannya, dikutip CNBCÂ Indonesia dari berbagai sumber, Jumat (9/9/2022):
Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) menghadapi 'kiamat' tenaga kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meski majikan menawarkan bonus dan gaji yang tinggi, pekerjaan yang ditawarkan tak kunjung mendapatkan staff.
Menurut Fox News, ini terjadi pada sejumlah bisnis. Seperti restoran, toko, hingga penerbangan mulai dari petugas bagas ke pilot dan pramugari.
Mengutip laman Kamar Dagang AS, sektor perawatan kesehatan dan bantuan sosial serta akomodasi juga menghadapi hal serupa. Lowongan pekerjaan tinggi tapi pelamar minim.
Hantaman kurangnya pekerja lebih keras ke usaha kecil dan menengah. Kekurangan pekerja di tengah inflasi yang melonjak di atas membuat bisnis terancam tutup.
Menurut Small Business Index AS, 60% usaha kecil telah menerapkan perubahan selama setahun terakhir untuk meningkatkan retensi karyawan dengan salah satu taktik paling populer meningkatkan upah. Namun ini membebani ketika semua biaya naik.
"Saya tidak bisa mempekerjakan siapa pun," tegas pemilik usaha kecil di AS, bernama Frances Reed dan Jessica VonDyke, dikutip CNN International, seraya berkata telah menutup tokonya.
"Kami belum pernah memiliki begitu banyak peluang potensial untuk tumbuh, melayani pelanggan, dan menjual barang dan jasa. Namun pada saat yang sama dibatasi dalam kemampuan kami untuk tampil karena kami tidak dapat menemukan pekerja," ujar pengusaha lain, Mike Zaffaroni, di CNN Business.
Data dari bank sentral, Federal Reserve St. Louis, juga menunjukkan demikian. Selama 2022, badan itu telah melihat jumlah lowongan pekerjaan tertinggi dalam catatan.
Namun, tingkat partisipasi angkatan kerja tetap satu poin persentase penuh di bawah tingkat pra-Covid-19. Melansir The Conversation, kesenjangan antara permintaan tenaga kerja dan pasokannya sudah terbentuk pada tahun 2017, namun ini makin menjadi kala pandemi Covid-19 dimulai. Itu menyebabkan tren "Great Resignation" di AS.
"Pada tahun 2021, lebih dari 47 juta pekerja berhenti dari pekerjaan mereka, banyak di antaranya mencari keseimbangan dan fleksibilitas kehidupan kerja yang lebih baik, peningkatan kompensasi, dan budaya perusahaan yang kuat," kata Direktur Kebijakan Pekerja Global dan Inisiatif Khusus Kamar Dagang AS, Stephanie Ferguson.
Selama pandemi, tegasnya, pekerjaan yang membutuhkan kehadiran langsung dan secara tradisional memiliki upah lebih rendah, akan kesulitan untuk mempertahankan pekerja. Misalnya, industri rekreasi dan perhotelan serta ritel.
"Tingkat berhenti rekreasi dan perhotelan tertinggi sejak Juli 2021, secara konsisten di atas 5,4%. Tingkat berhenti untuk industri perdagangan ritel tidak jauh di belakang, dengan tingkat melayang mendekati 4%," ujarnya.
Bukan hanya itu, bentuk pekerjaan jarak jauh (WFH) juga menjadi soal lain di AS. Data menemukan bahwa 91% pekerja AS berharap mereka dapat terus bekerja beberapa jam dari rumah.
"Tiga dari 10 pekerja memberi isyarat bahwa mereka akan mencari pekerjaan baru jika mereka dipanggil kembali ke kantor," tambahnya.
Australia
Kelangkaan tenaga kerja terjadi di Australia akibat penutupan perbatasan lebih dari dua tahun selama pandemi Covid-19. Ini rupanya tak hanya menahan penyebaran virus, tetapi juga memblokir akses ke pekerja potensial untuk negara tersebut.
Australia bahkan melakukan berbagai cara agar mendapatkan pada pekerja kembali. Pekan lalu, pemerintah Australia meningkatkan jumlah migrasi permanen menjadi 195.000 dari tahun keuangan ini, Jumlah ini meningkat 35.000 orang.
Pengusaha berharap mereka akan membantu mengisi kesenjangan dalam angkatan kerja, tetapi dengan hampir setengah juta lowongan di seluruh negeri dan tingkat pengangguran 3,4%, level terendah hampir 50 tahun.
Masalahnya tidak hanya terkait dengan penutupan perbatasan Covid-19, para ahli mengatakan sistem visa sudah sulit dilalui para pekerja migran. Bahkan sebelum pandemi.
Diketahui bahwa ratusan ribu orang menunggu aplikasi visa mereka diproses. Ini menciptakan disinsentif bagi pelamar baru yang sangat terampil, yang mungkin mendapatkan penawaran di tempat lain.
"Saya pikir masalah terbesar saat ini sebenarnya adalah membuat orang masuk ke negara itu terlepas dari batasannya," kata Direktur Deloitte Access Economics, Blair Chapman, dikutip Reuters.
"Kami benar-benar bersaing dalam skala global sekarang dengan kekurangan yang dilaporkan di seluruh dunia dan perlu ada pemikiran serius yang diberikan tentang bagaimana kami benar-benar menarik orang ke Australia," tambahnya.
Malaysia Juga
Sebelum negara-negara ini sebenarnya Malaysia juga terkena fenomena yang sama tahun ini. Malaysia kekurangan jutaan pekerja yang membuat Negeri Jiran jatuh ke krisis tenaga kerja migran, pada Juni.
Krisis tenaga kerja asing di Malaysia juga dimulai saat pandemi menjangkit. Para pekerja dari migran kembali ke negara asalnya masing-masing, termasuk yang berasal dari Indonesia.
Indonesia sendiri menjadi salah satu penyumbang tenaga kerja migran di Malaysia. Kontribusinya berkisar 40% dari seluruh pekerja migran yang datang ke Negeri Jiran.
Ini berdampak ke industri perkebunan kelapa sawit hingga semikonduktor. Mereka terpaksa kehilangan miliaran penjualan.
"Meskipun optimisme yang lebih besar dalam prospek dan peningkatan penjualan, beberapa perusahaan sangat terhambat dalam kemampuan mereka untuk memenuhi pesanan," kata Presiden Federasi Produsen Malaysia, Soh Thian Lai, yang mewakili lebih dari 3.500 perusahaan kala itu.
"Situasinya mengerikan dan sangat mirip dengan permainan sepak bola melawan 11 orang tetapi hanya diizinkan untuk memasukkan tujuh orang," tambahnya
Mengutip Reuters, produsen mengatakan Malaysia kekurangan 1,2 juta pekerja. Sebanyak 500.000 untuk konstruksi, 12.000 untuk kelapa sawit, 15.000 untuk chip, dan 12,000 untuk sarung tenaga medis.
[Gambas:Video CNBC]
"Kiamat" Ini ke Mana-Mana, Setelah Malaysia-AS Kini Jepang
(sef/sef)