
Jreng! AS Buat 'Senjata' Baru Lawan China, RI Masuk

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) memulai serangkaian pertemuan dengan para menteri dari Asia-Pasifik di Los Angeles pada Kamis (8/9/2022) waktu setempat. Pertemuan ini bertujuan untuk 'melawan pengaruh China' yang berkembang di kawasan tersebut.
Acara dua hari tersebut merupakan pertemuan tatap muka pertama antara anggota Indo-Pacific Economic Prosperity Framework (IPEF) yang baru. Inisiatif yang diluncurkan Presiden AS Joe Biden pada Mei lalu.
IPEF menyatukan sejumlah negara. Tak hanya AS, tapi juga Australia, Brunei, Fiji, India, Jepang, Korea Selatan (Korsel), Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.
AFP menyebut aliansi itu secara teori merupakan 'platform terbuka' yang pada akhirnya dapat mencakup negara-negara lain. Tetapi tak ada Taiwan di dalamnya, pulau yang memiliki pemerintahan sendiri yang diklaim China sebagai miliknya.
"Sudah lewat waktunya bagi Amerika Serikat untuk memiliki visi ekonomi konkret afirmatif di kawasan itu," kata Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo pada pembukaan KTT, mencatat bahwa 14 anggota aliansi tersebut menyumbang lebih dari 40% dari global PDB.
Dengan kemitraan perdagangan baru ini, pemerintahan Biden berharap untuk memperkuat kehadirannya di wilayah yang hubungannya sempat dingin dengan AS saat kepemimpinan mantan presiden Donald Trump. Kebijakan isolasionis "America First" Trump membuatnya menarik AS dari perjanjian perdagangan yang berfokus pada Asia yang disebut Kemitraan Trans-Pasifik (TPP).
Langkah itu kemudian dikritik sebagai 'penyerahan tanah ke China' di bagian dunia yang penting secara ekonomi. Washington juga berharap untuk membentuk standar umum di seluruh kawasan, meski tak akan mempromosikan akses ke pasar domestiknya dengan cara perjanjian perdagangan bebas tradisional.
Diskusi sendiri akan fokus pada empat poin utama, yakni ekonomi digital, rantai pasokan, energi hijau, dan perang melawan korupsi. Meski begitu, pembicaraan tentang perjanjian perdagangan bebas tidak populer di AS, di mana opini publik melihatnya sebagai ancaman terhadap pekerjaan Amerika.
(tfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngeri! Biden Bikin Genk Dagang Baru Asia feat Amerika
