BLT ala Jokowi dan SBY, Mana yang Paling Efektif?

Maesaroh, CNBC Indonesia
07 September 2022 13:55
Mengawali rangkaian kunjungan kerja di Provinsi Jawa Barat, Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana Joko Widodo mengunjungi Pasar Cicaheum, Kota Bandung, pada Minggu, 28 Agustus 2022. Tiba sekitar pukul 09.21 WIB, Presiden Jokowi beserta Ibu Iriana langsung menyapa para pedagang dan menyerahkan bantuan sosial kepada para penerima manfaat. Ist
Foto: Mengawali rangkaian kunjungan kerja di Provinsi Jawa Barat, Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana Joko Widodo mengunjungi Pasar Cicaheum, Kota Bandung, pada Minggu, 28 Agustus 2022. Tiba sekitar pukul 09.21 WIB, Presiden Jokowi beserta Ibu Iriana langsung menyapa para pedagang dan menyerahkan bantuan sosial kepada para penerima manfaat. Ist

Jakarta,CNBCIndonesia- Pemerintah akan menggelontorkan bantuan tunai dan subsidi upah sebagai bagian dari kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Pengalaman masa lalu menunjukkan bantuan tunai terbukti efektif dalam membantu daya beli dalam jangka pendek tetapi dinilai tidak membantu masyarakat dalam jangka panjang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, akhir pekan lalu, menjelaskan pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 24,17 juta untuk tambahan bansos sebagai bagian dari kompensasi kenaikan harga BBM.

Anggaran tersebut di antaranya akan dimanfaatkan untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLTBBM kepada 20,65 juta keluarga. Masing-masing dari mereka akan memperoleh Rp 150.000 per bulan untuk empat bulan atau total Rp 600.000.

Pemerintah juga akan memberikan bantuan subsidi upah sebesar Rp 600.000 per pekerja bagi 16 juta pekerja yang berpenghasilan maksimal Rp 3,5 juta per bulan.

"Berdasarkan hitungan dari penerima dan kalau hubungan dengan kemiskinan, dengan adanya bantuan tersebut, maka angka kemiskinan bisa ditekan lagi turun sebesar sekitar 1,07% untuk dua bantuan tersebut (bansos dan subsidi upah)," tutur Sri Mulyani, dikutip dari website Sekretariat Kabinet.

Pemberian BLT sebagai kompensasi kenaikan harga BBM subsidi tidak hanya dilakukan Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, pada tahun ini. Pada November 2014, Presiden Jokowi juga memberikan sejumlah bantuan sebagai bentuk kompensasi atas kenaikan harga BBM sebesar 33%.

Pada tahun tersebut, kompensasi lebih disalurkan dalam bentuk kartu. Setelah kenaikan harga BBMJokowi meluncurkan tiga kartu yakni Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Bantuan diberikan dalam bentuk simpanan giropos sebanyak 14,5 juta sebesar Rp 400.000 sementara PT Pos Indonesia menyalurkan bantuan mendiri e cash 1 juta. Bantuan dalam bentuk tabungan dimaksudkan untuk menghindari kerumunan saat pembagian bantuan.

Jokowi juga menambah sejumlah kompensasi sepertitambahanbantuan program keluarga harapan Rp 1,7 triliun, pembangunan infrastruktur pedesaan Rp 4 triliun, program ekonomi produktif Rp 1,6 triliun di antaranya Rp 700 miliar untuk masyarakat miskin dan usaha mikro, Rp 600 miliar untuk usaha petani dan nelayan.

Bantuan lainnya adalah revitalisasi lahan non produktif sebesar Rp 300 miliar, peningkatan ketrampilan dan kompetensi masyarakat Rp 800 miliar.

Kompensasi kenaikan harga BBM juga diberikan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Bantuan diberikan dalam program bernama BLT dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Pada 2005, Presiden SBY menaikkan harga BBM subsidi dua kali yakni rata-rata 29% pada Maret dan 114% pada Oktober 2005. Berbeda dengan era awal Jokowi yang menggunakan sejumlah kartu atau disalurkan melalui bank, penyaluran BLT era Presiden SBY dilakukan dengan membagikan langsung yakni masyarakat datang langsung ke balai desa atau kantor pos untuk mengambil uang tunai.

Pemerintah kemudian memberikan BLT dalam dua tahap yakni tahap I pada periode Oktober-Desember 2005 dan tahap II pada Januari-September 2006.

Besaran BLT adalah Rp 100.000 per bulan dan diberikan secara langsung dalam sekali waktu untuk tiga bulan ke depan atau Rp 300.000. Program tersebut menyasar 19,1 juta rumah tangga sasaran (RTS) tetapi hanya terealisasi kepada 17,13 juta RTS.

Bantuan tahap I pada disebar pada Oktober 2005 atau menjelang Hari Raya Idul Fitri pada 3-4 November 2005.



Pada 2008, Presiden SBY kembali menaikkan BBM sebesar 28% pada Mei 2008. Pemerintah kembali menyalurkan BLT seesar Rp 100.000/bulan selama tujuh bulan (Juni-Desember 2008). BLT diberikan kepada 18,87 juta RTS.

Pada 2013, Presiden SBY kembali menaikkan harga BBM sebesar 30% pada Juni 2013. Untuk memitigasi dampak kenaikan harga BBM, pemerintah memberikan BLSM sebesar Rp 150.000/bulan kepada 15,5 juta RTS. Bantuan diberikan selama empat bulan.

Selain BLSM, pada tahun 2013, pemerintah juga mengalokasikan anggaran lain untuk kompensasi kenaikan harga BBM berupa infrastruktur dasar (Rp6 triliun) serta Bantuan Siswa Miskin sebesar Rp 7,5 triliun masing-masing sebesar Rp 450.000 untuk SD/sederajat dan Rp 750.000 untuk SMP.

Bantuan lainnya adalah untuk Program Keluarga Harapan (Rp 700 miliar) dan beras miskin (Rp 4,3 triliun).


Bank Dunia dalam laporannya BLT Temporary Uncondiotinal Cash Transfer dan Protecting Poor and Vulnerable Households in Indonesia mengatakan BLT pada tahun 2005 dan 2008 terbukti efektif dalam meningkatkan perlindungan sosial ke masyarakat di tengah kenaikan harga.

BLT juga sudah mengena kepada sasaran utama yakni 40% dari masyarakat Indonesia yang paling rentan. BLT pada 2008 juga terbukti efektif melindungi masyarakat miskin dalam menemukan bantalan konsumsi karena pada tahun tersebut ada lonjakan harga komoditas internasional.

Laporan tersebut juga membalikkan anggapan jika BLT membuat masyarakat malas. BLT justru banyak dimanfaatkan untuk menciptakan lapangan kerja juga membantu biaya sekolah anak-anak.

"BLT efektif memberi perlindungan kepada rumah tangga miskin dari dampak kenaikan harga BBM dan memungkinkan mereka memenuhi kebutuhan dasar mereka, terutama makanan," tutur World Bank.


Namun, laporan tersebut mengingatkan bahwa BLT tidak efektif untuk menekan angka kemiskinan. Angka kemiskinan tetap meningkat tajam usai kenaikan harga BBM. 

Kenaikan BBM dua kali dalam setahun pada 2005 bahkan langsung melambungkan angka kemiskinan pada tahun berikutnya. Pada 2006, jumlah penduduk miskin tercatat 39,3 juta, melonjak dibandingkan pada 2005 yang tercatat 35,10 juta.

"BLT hanya memberikan perlindungan sementara. BLT menggantikan harga barang yang naik. Dalam jangka pendek, BLT bisa menekan kemiskinan jika diberikan dalam waktu yang sangat tepat dengan durasi yang tepat pula. Namun, dalam jangka panjang, BLT tidak tepat," tambah World Bank.

SMERU Research Institute dalam laporan Kajian Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2008 dan Evaluasi Penerima Program BLT 2005 di Indonesia mengatakan BLT banyak dimanfaatkan untuk konsumsi langsung.

Pencairan BLT 2005 tahap pertama berdekatan dengan Lebaran, sebagian besar penerima menggunakannya untuk membeli pakaian. Untuk BLT yang dicarikan pada 2008, masyarakat banyak memanfaatkannya untuk konsumsi dan bayar utang, mayoritas responden, ongkos transportasi dan biaya sekolah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular