Siap-siap Suku Bunga Acuan Ikut Harga BBM: Nanjak!

hadijah, CNBC Indonesia
Senin, 05/09/2022 08:15 WIB
Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akhirnya menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada 4 September 2022.

Dengan pengumuman resmi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), harga BBM jenis RON 90 atau Pertalite naik dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter. Sementara itu, harga minyak diesel atau Solar naik dari Rp 5.150/liter ke Rp 6.800/liter.


Sejalan dengan ini, harga BBM jenis RON 92 atau Pertamax juga naik dari Rp 12.500/liter menjadi Rp 14.500/liter. Banyak di antara ekonom dan analis pasar yang memperkirakan inflasi akan meningkat hingga 6-7% akibat dari kenaikan harga BBM subsidi tersebut. 

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman mengungkapkan kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72% dan Pertamax sebesar 16,00% tersebut secara total akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 ppt.

Sementara itu, kenaikan harga Solar sebesar 32,04% akan berkontribusi sebesar 0,17 ppt pada tingkat inflasi. Menurutnya, hitungan ini sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut secara langsung, dan second round impact atau dampak lanjutan pada inflasi seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya pula.

"Dengan demikian, inflasi pada akhir tahun 2022 kami prediksi akan berada pada kisaran 6,27%, atau lebih tinggi dari angka proyeksi awal kami yang sebesar 4,60%," paparnya.

Adapun, inflasi inti diproyeksi akan berada pada kisaran 4,35% pada akhir tahun 2022. Sebagai catatan, lanjutnya, hanya terdapat empat bulan berjalan di sisa tahun 2022 ini sehingga dampak dari second round impact masih akan berlanjut pada tahun 2023, terutama pada semester pertama.

"Hal ini disebabkan adanya kondisi sticky price atau harga beberapa barang dan jasa yang cenderung lambat terhadap penyesuaian harga. Oleh sebab itu, kami melihat inflasi pada tahun 2023 berpotensi akan berada pada kisaran 3,50 - 4,00%," paparnya.

Kenaikkan inflasi akibat harga BBM ini tentunya akan mendorong BI untuk menaikkan suku bunga acuan. Faisal membenarkan bahwa suku bunga acuan dapat naik lebih tinggi dibandingkan perkiraan awal.

"Kenaikan inflasi umum ke kisaran 6,27% tahun ini dan inflasi inti ke atas target range akan mendorong Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan (BI7DRRR) sebesar maksimal 100 bps ke 4,75% pada sisa tahun 2022, atau lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi awal kami yang sebesar 50 bps ke 4,25% sebelum adanya kenaikan BBM bersubsidi," ujarnya.

Lebih jauh lagi, dia melihat kenaikan inflasi yang berlanjut ke semester pertama tahun 2023 juga akan membuka peluang BI untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada awal tahun depan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira melihat inflasi bahan makanan masih tercatat tinggi pada bulan Agustus yakni 8,55% (yoy) dan ini akan semakin tinggi.

"Diperkirakan inflasi pangan kembali menyentuh dobel digit atau diatas 10% per tahun pada September ini. Sementara inflasi umum diperkirakan menembus di level 7-7,5% hingga akhir tahun dan memicu kenaikan suku bunga secara agresif," ujarnya.

Dia melihat konsumen ibaratnya akan jatuh tertimpa tangga berkali kali. "Belum sembuh pendapatan dari pandemi, kini sudah dihadapkan pada naiknya biaya hidup dan suku bunga pinjaman," tambahnya.

Kepala Ekonom Bahan Sekuritas Satria Sambijantoro memperkirakan BI akan melakukan penyesuaian suku bunga sebesar 50 bps menjadi 4,25% pada September dan menaikkan kembali 25 bps pada Oktober.

"Pertalite Jadi Rp 10.000, suku bunga BI minimal harus naik 50 bps bulan depan dan bulan depannya lagi 25 bps jadi asumsi dasar kami di Bahana sekuritas, BI Rate di 4,50%," ujarnya.

Dia menilai 'dosis' kenaikan suku bunga ini cukup ringan, jika dibandingkan dengan kebijakan bank sentral AS, Federal Reserve, yang menaikkan suku bunga sebesar 75 bps dalam satu bulan.

"Kenaikan 50-25 bps yang di spread selama dua bulan di Indonesia itu seharusnya tidak terlalu membebani ekonomi."

Bank Indonesia (BI) hingga saat ini belum memberikan komentar terkait dengan dampak kenaikan harga BBM subsidi. Namun sebelum kenaikan, BI memperkirakan inflasi umum pada keseluruhan 2022 akan mencapai 5,2%, sementara inflasi inti diperkirakan bisa menembus level 4,15%.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus, Gubernur BI Perry Warjiyo pun tidak secara eksplisit megemukakan bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan ke depannya. Namun, dia menegaskan BI telah mengambil langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food.

Minggu lalu, Kamis (1/9/2022), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah menegaskan bahwa pemerintah pusat meminta pemerintah daerah yang inflasinya masih di atas level nasional, harus secara cermat dan berupaya ekstra untuk terus menurunkannya ke dalam rentang maksimal 5% pada bulan-bulan ke depan.

Selain itu, dia menyampaikan 8 arahan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pertama, upaya melakukan perluasan kerjasama daerah, terutama untuk daerah surplus atau defisit untuk menjaga ketersediaan pasokan komoditas.

Kedua, melakukan operasi pasar untuk memastikan keterjangkauan harga dengan melibatkan berbagai stakeholder. Ketiga, dia meminta daerah melakukan pemanfaatan platform perdagangan digital untuk memperlancar distribusi.

Keempat, pemberian subsidi ongkos angkut sebagai dukungan untuk memperlancar distribusi. "Ini bisa dilakukan oleh kepala daerah masing masing dan kemudian percepatan inflasi tanaman pangan di pekarangan masing masing misalnya cabai untuk antisipasi permintaan yg tinggi terutama menuju akhir tahun," jelas Airlangga.

Kelima, daerah diminta untuk membuat neraca komoditas pangan strategi untuk 10 komoditas strategi di wilayah masing-masing. Keenam, penggunaan belanja tidak terduga pada APBD masing0masing untuk mengendalikan inflasi sesuai surat edaran Menteri Dalam Negeri, yakni dengan mengoptimalisasi Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD), antara lain Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik tematik ketahanan pangan.

Ketujuh, TPIP dan TPID dengan gerakan nasional inflasi pangan agar mempercepat stabilisasi harga. Terakhir, pemerintah juga meminta kepada daerah yang inflasinya masih di atas level nasional, untuk segera menurunkannya hingga 5% dalam bulan-bulan ke depan.


(haa/haa)