Kunci Kemajuan Ekonomi RI: Hilirisasi Industri!
Jakarta, CNBC Indonesia - Republik Indonesia merupakan negara yang dianugerahi dengan kekayaan sumber daya alam, termasuk sumber daya fosil dan mineral. Akan tetapi saat ini, potensi sepenuhnya yang bisa dihasilkan dari kekayaan alam tersebut masih belum maksimal.
Hal ini karena sejumlah barang tambang masih memiliki produk hilirisasi yang relatif terbatas, dan sebetulnya masih bisa dikembangkan untuk memberikan dampak ekonomi besar bagi Indonesia.
Sebelum UU Mineral dan Batu Bara (Minerba) No. 4 Tahun 2009 disahkan, kondisi pertambangan di Indonesia jauh lebih buruk lagi. Kala itu, sebagian besar hasil tambang masih dijual dalam bentuk barang mentah, tanpa adanya nilai tambah dari proses pemurnian menjadi barang jadi atau setengah jadi, apalagi industrialisasi di sektor hulu.
Sebelum larangan ekspor tahun 2014 diimplementasikan, Indonesia memang mengekspor 'tanah air' berupa barang tambang mentah dalam bentuk konsentrat dengan harga terdiskon signifikan. Pasca penerapan UU Minerba, ekspor barang galian mentah resmi dihentikan, kecuali beberapa saat ketika pemerintah memberlakukan relaksasi ekspor.
Meski sempat membuat sejumlah perusahaan kelimpungan, kebijakan tersebut nyatanya memberikan dampak positif jangka panjang. Hal ini terlihat dari mulai tumbuhnya sejumlah industri pengolahan mineral, khususnya smelter yang semakin hari kian bertambah.
Hilirisasi tidak hanya meningkatkan nilai tambah signifikan pada harga mineral yang telah diproses, dibandingkan penjualan langsung barang tambang mentah.
Pembangunan sejumlah pabrik atau kawasan industri juga memberikan efek ganda karena mampu menyerap semakin banyak tenaga kerja, membuka lapangan ekonomi baru bagi warga sekitar hingga penerimaan pajak yang ikut naik.
Peran Penting Komoditas Tambang
Komoditas tambang menjadi bagian integral dari denyut kehidupan manusia modern. Seluruh aspek kehidupan manusia telah disentuh oleh kemajuan teknologi yang mampu memproses barang tambang menjadi perangkat elektronik, otomotif, barang konstruksi hingga kosmetik.
Data Minerals Education Coalition AS menyebut bahwa setiap bayi yang lahir di negeri Paman Sam akan membutuhkan banyak mineral demi menopang kehidupannya. Sepanjang hidupnya setiap individu di AS diperkirakan membutuhkan 0,37 ton tembaga, 47 gram emas, 0,94 ton aluminium dan sejumlah barang tambang lainnya.
Kebutuhan tersebut tidak langsung dalam bentuk logam utuh, melainkan sudah tercampur dengan bahan-bahan lainnya yang terdapat pada produk akhir yang diterima konsumen. Sebagai contoh emas dalam jumlah terbatas ikut digunakan di sejumlah perangkat elektronik termasuk telepon genggam, komputer hingga kartu seluler.
Kemudian ada tembaga yang banyak digunakan di peralatan di rumah - mesin, kabel, pipa ledeng. Selain itu tembaga juga digunakan pada perangkat elektronik, medis hingga paduan logam di perhiasan.
Aluminium yang merupakan hasil olahan bijih bauksit juga digunakan dalam berbagai macam produk termasuk kaleng, foil, peralatan dapur, bingkai jendela hingga suku cadang pesawat.
Selain itu sejumlah barang tambang lain yang jarang didengar namun tetap sangat penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari termasuk kuarsa untuk kaca, mika untuk pasta gigi, gamping untuk gelas dan piring, timbal untuk monitor komputer, molibdenum untuk bola lampu hingga talk untuk barang kosmetik.
Meski sebelumnya sudah digunakan secara luas, sejumlah barang tambang saat ini memiliki peran yang lebih besar dari sebelumnya. Hal ini karena perkembangan teknologi menemukan cara baru menyelesaikan sejumlah permasalahan dengan memanfaatkan barang tambang.
Salah satu permasalahan utama dan terbesar yang diharapkan dapat diselesaikan adalah perubahan iklim dan potensi bencana yang mengikutinya. Sejumlah mineral memiliki peran sentral dan kritis untuk mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Potensi Mineral Untuk Transisi Menuju Ekonomi Hijau