Anggota DPR Kerja 5 Tahun, Pensiun Dibayar APBN Seumur Hidup
Jakarta, CNBC Indonesia - Besarnya anggaran dana pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), membuat pemerintah berencana untuk mengubah skema dana pensiunan.
Kendati demikian, selain PNS ternyata anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga menerima dana pensiun yang ditanggung APBN, padahal hanya lima tahun per periode masa jabatannya.
Kebijakan pensiun DPR merupakan salah satu wujud dari amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara.
Besarnya pensiun pokok sebulan adalah 1% dari dasar pensiun untuk tiap satu bulan masa jabatan dengan ketentuan bahwa besarnya pensiun pokok sekurang-kurangnya 6% dan sebanyak-banyaknya 75% dari dasar pensiun.
Pembayaran pensiun diberikan kepada MPR dan DPR secara penuh jika masih sehat. Jika meninggal maka pemberian dana pensiunnya dihentikan. Kecuali ia masih memiliki suami/istri, maka akan tetap diberikan dana pensiun. Namun, nilainya berkurang dari saat penerima masih hidup.
Sementara itu, berdasarkan Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI No KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, besaran uang pensiun anggota DPR adalah 60% dari gaji pokok. Selain itu, mereka juga mendapatkan tunjangan hari tua (THT) yang dibayarkan sekali sebesar Rp15 juta.
Sementara itu aturan mengenai uang pensiun PNS ditetapkan melalui Peraturan Nomor 18 Tahun 2019 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya.
PNS baru menerima uang pensiunan saat memasuki batas usia pensiun yakni 56 tahun. Penghasilan PNS pada saat aktif dan pada saat pensiun sangat jauh berbeda.
Saat aktif, PNS tidak hanya menerima gaji pokok saja, tak home pay PNS pada saat masih aktif terdiri dari gaji pokok dan berbagai jenis tunjangan, misalnya tunjangan jabatan, tunjangan istri/suami, tunjangan anak dan sebagainya.
Pada saat masuk usia pensiun, tunjangan-tunjangan PNS tersebut tidak diberikan lagi, karena dasar perhitungan pemberian manfaat pensiun adalah pada gaji pokok.
Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (periode 2005-2010) Muhammad Said Didu juga menilai, bahwa pemberian pensiunan anggota DPR dan PNS dinilai tidak adil.
Said Didu lewat akun twitternya @msaid_didu menggambarkan ketidakadilan itu dengan mengilustrasikan asumsi masa kehidupan di dunia, baik PNS dan wakil rakyat pada umur 70 tahun.
"ASN masuk umur 25 tahun, pensiun umur 60 tahun, 35 tahun bayar iuran, menerima pensiun hanya 10 tahun. DPR masuk umur 35 tahun, kerja 5 tahun (pensiun umur 40 tahun), hanya 5 tahun bayar iuran tapi terima pensiun selama 30 tahun," tulis Said, lewat akun twitternya, dikutip Jumat (2/9/2022).
Kementerian Keuangan mencatat, beban negara akibat skema pensiunan PNS, TNI hingga Polri nilainya mencapai Rp 2.800 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menjelaskan Rp 2.800 triliun sangat besar, oleh karena itu skema pensiunan PNS dan DPR menurut dia harus diubah.
"Yang harus diubah mindsetnya, pengelolaannya jangan dimasukan di dalam APBN. Harus dikelola lembaga pensiun. [...] Pensiunan harus diambil dari pemotongan gaji pekerjanya. Kemudian kasih mereka pilihan, kalau langsung diambil saat pensiun atau diambil saat setiap gaji per bulan," jelas Tauhid, Jumat (2/9/2022).
Untuk skema pensiunan anggota parlemen, menurut Tauhid sebaiknya mereka hanya diberi saat di akhir masa jabatannya.
"Sebagai tanggung jawab, mereka (anggota parlemen) dikasih saat di akhir jabatan, dikasih penghargaan saja, sudah selesai uang itu untuk hak dia ditaruh di akhir. Kalau pensiun harus berkepanjangan, diubah saja menjadi penghargaan di akhir masa jabatannya," jelas Tauhid lagi.
(cap/mij)