Subsidi Bengkak, Menkeu: Uang dari Mana? Ngutang Lagi?

suhendra, CNBC Indonesia
26 August 2022 11:23
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi keterangan pers Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 di Aula Chakti Budhi Bhakti (CBB),  Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa, (16/8/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi keterangan pers Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 di Aula Chakti Budhi Bhakti (CBB), Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa, (16/8/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Secara total, subsidi energi yang dikucurkan pemerintah tahun ini mencapai Rp 502 triliun. Namun dengan tingginya konsumsi, anggaran subsidi itu diperkirakan bengkak.

Tak hanya soal konsumsi, tingginya harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar, membuat harga BBM secara keekonomian meningkat dan anggaran subsidinya juga naik.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan APBN sulit untuk memenuhi tambahan anggaran subsidi yang sudah sedemikian besarnya.

Saat ini harga minyak Indonesia (ICP) menurut Sri Mulyani berada di atas US$ 100/barel, sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan tahun ini mencapai Rp 14.750/US$. Apalagi menurut Sri Mulyani, Indonesia masih mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.

Karena itu, ujar Sri Mulyani, Presiden Joko Widodo meminta para menterinya untuk melakukan perhitungan soal subsidi BBM yang membengkak ini. Kemudian muncullah awacana untuk menaikkan harga BBM Subsidi, di tengah membengkaknya subsidi tersebut.

Pada kesempatan itu, Sri Mulyani mengatakan kuota solar subsidi yang dialokasikan pemerintah adalah 15 juta kiloliter (KL) di tahun ini. Namun hingga Juli 2022 sudah habis 9,88 juta KL. Sementara Pertalite yang dialokasikan 23 juta KL, hingga Juli 2022 sudah habis 16,84 juta KL. Melihat tren ini, maka diperkirakan kuota solar subsidi akan habis di Oktober, Sementara Pertalite akan habis di akhir September 2022.

"Pertanyaannya mau nambah (subsidi) atau tidak, kalau nambah dari mana? Suruh ngutang?" kata Sri Mulyani dalam rapat dengan DPD RI, Kamis (25/8/2022).

Dia mengatakan, untuk Pertalite, harga jual saat ini sebesar Rp 7.650 per liter, sementara harga keekonomiannya saat ini mencapai Rp 14.450 per liter. "Ada perbedaan Rp 6.800 itu harus kita bayar ke Pertamina, itulah subsidi kompensasi," tegas Sri Mulyani.

Sementara solar subsidi saat ini dijual Rp 5.150/liter, harga keekonomiannya adalah Rp 13.950/liter.

Kemudian, harga LPG 3 kg yang disubsidi pemerintah, saat ini dijual Rp 4.250/kg. Harga keekonomiannya saat ini Rp 18.500/kg. "Jadi subsidinya jauh lebih besar Rp 14.000/kg. Karena perbedaan yang besar ini, maka subsidi LPG Rp 158 triliun jelas tidak cukup," ujar Sri Mulyani.

Menurutnya, BBM subsidi banyak dinikmati oleh masyarakat yang mampu.

"Untuk solar yang menikmati paling banyak adalah rumah tangga terkaya atau 40% yang ekonominya tertinggi. Sementara Pertalite, 86% atau Rp 80 triliun (subsidi) dinikmati rumah tangga yang top 30% tertinggi," kata Sri Mulyani.

"Untuk solar, dari (subsidi) Rp 143 triliun, 89% atau Rp 127 triliun dinikmati dunia usaha dan orang kaya. Jadi dari ratusan triliun subsidi hanya dinikmati sangat kecil sama orang miskin," imbuhnya.


(wed/wed)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Akui Kerap Bikin Sri Mulyani Stres, Kok Bisa?

Next Article Jokowi Habiskan Rp146,9 T untuk Belanja Subsidi per Juli 2023

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular