Suku Bunga Sudah Naik, Kalau BBM Ikutan Apa Kabar Ekonomi RI?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan ke level 3,75%, setelah 18 bulan bertahan di level 3,5%. Kebijakan ini merupakan langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Keputusan ini bak kejutan. Bukan tanpa alasan, Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) ini di luar ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia menyatakan bahwa mayoritas responden memperkirakan geng MH Thamrin masih mempertahankan suku bunga acuan.
Namun ini merupakan suatu langkah BI untuk menekan ekspektasi inflasi akibat kenaikan BBM nonsubsidi dan volatile food. Sebagai informasi, inflasi nasional per Juli 2022 sudah mencapai 4,94% year-on-year (yoy), tertinggi sejak 2017.
Di tengah inflasi Tanah Air yang kian meninggi, isu kenaikan harga BBM Pertalite dan solar tengah menjadi perbincangan hangat. BBM jenis Pertalite digadang-gadang akan naik menjadi Rp10.000 per liter, sementara solar akan dikerek jadi Rp8.000 per liter.
Saat ini, pemerintah tengah mengkaji opsi pengendalian subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Salah satu opsi yang mengemuka adalah menaikkan harga, terutama untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar bersubsidi.
Sepanjang periode 2005-2022, diketahui pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi sebanyak lima kali yakni dua kali pada 2005, satu kali pada 2008, 2013, dan 2014. Kenaikan harga tersebut menunjukkan pola yang sama yaitu inflasi akan melonjak tajam begitu harga BBM dinaikkan.
Inflasi dampak lanjutan (second round effect) kerap kali lebih besar dibandingkan dampak pertama (first round effect). Pola tahunan juga menunjukkan sejumlah barang dan jasa juga akan selalu mengalami lonjakan harga, terutama tarif angkutan.
Periode | Besaran Kenaikan (%) | Bulan | Inflasi Bulanan | Inflasi Tahun Berjalan |
Maret 2005 | 29% | Maret | 1,91% | 17,11% |
April | 0,34% | |||
Oktober 2005 | 114% | Oktober | 8,7% | |
November | 1,31% | |||
Mei 2008 | 28% | Mei | 1,41% | 11,06% |
Juni | 2,46% | |||
Juli 2013 | 20% | Juni | 1,02% | 8.38% |
Juli | 3,29% | |||
Nov-14 | 34% | November | 1,5% | 8,36% |
Desember | 2,46% |
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Jika mengambil satu kasus pada kenaikan harga BBM Maret 2005, harga BBM subsidi rata-rata sebesar Rp 29% untuk menekan beban anggaran yang semakin bengkak. Pada periode tersebut Premium merupakan BBM yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia.
Harga Premium dinaikkan 32,6% dari Rp 1.810 menjadi Rp 2.400 per liter. Solar yang banyak digunakan untuk sektor transportasi dinaikkan 27% menjadi Rp 2.100 per liter dari Rp 1.650 per liter.
Setelah kenaikan pada awal bulan, inflasi Maret menembus 1,91% (month to month/mtm) tetapi melandai menjadi 0,34% pada April.
Angkutan dalam kota mengalami dampak terparah dengan menyumbang inflasi sebesar 0,69% pada kenaikan Maret dan 1,84% pada kenaikan Oktober 2005. Tarif taksi juga menyumbang inflasi cukup besar, masing masing 0,0008% pada kenaikan Maret dan 0,03% pada kenaikan Oktober 2005.
Semester II-2005 telah diwarnai dengan memburuknya kondisi makro ekonomi di tanah air memicu turunnya daya beli masyarakat. Sehingga kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekundernya terganggu efek domino dari kenaikan BBM dan membuat masyarakat terpaksa harus menata ulang pemenuhan kebutuhan primernya.
Kenaikan harga BBM juga berdampak kepada harga padi, sayuran, hasil ternak, perikanan laut, gula, beras, pupuk, pertambangan, industri baja, listrik, gas, air bersih, konstruksi, perdagangan, restoran, hotel, angkutan kereta api, angkutan darat, pelayaran, angkutan air, angkutan udara, komunikasi, hingga keuangan.