Bencana Baru di China Bakal Bikin RI Ketiban 'Durian Runtuh'
Jakarta, CNBC Indonesia - Peralihan iklim berdampak besar pada perekonomian dunia. Kali ini tidak hanya Eropa yang terkena musibah bencana iklim, China selama berberapa minggu terakhir telah mengalami gelombang panas atau heatwave yang mencapai 40 derajat celcius.
Gelombang panas yang memicu kekeringan telah membuat air surut di beberapa sungai besar di China, termasuk sungai Yangtze. Akibatnya, pembangkit listrik tenaga air di daerah Sichuan mengalami kekurangan pasokan aliran air.
Padahal, menurut laporan The Guardian, wilayah ini mendapatkan lebih dari 80% energinya dari pembangkit listrik tenaga air. Efeknya, manufaktur besar harus menangguhkan operasi.
Peringatan kekeringan nasional dikeluarkan oleh pemerintah China pada hari Jumat (19/8/2022) karena gelombang panas yang berkepanjangan dan parah di Sichuan, wilayah barat daya China yang berpenduduk padat. Gelombang panas ini diperkirakan akan berlanjut hingga September.
Hilangnya aliran air ke sistem pembangkit listrik tenaga air China yang luas telah memicu "situasi serius" di Sichuan, yang Padahal, menurut laporan The Guardian, wilayah ini mendapatkan lebih dari 80% energinya dari pembangkit listrik tenaga air.
Dikutip dari laporan media pemerintah China, pabrik produsen kendaraan seperti Tesla dan SAIC Motor telah terganggu pemutusan listrik karena pasokan listrik yang berkurang.
Berdasarkan dokumen pemerintah, daerah Shanghai yang berjarak 1.200 mil dari Sichuan merupakan rumah bagi 16 pemasok dan produsen kendaraan. Mulai minggu lalu, produksi mereka telah berkurang drastis akibat pemadaman listrik.
Kondisi yang parah ini sebenarnya menjadi berkah tersendiri bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang China.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro menuturkan sebagai penghasil komoditas utama seperti batubara dan kelapa sawit, Indonesia sebenarnya sangat diuntungkan dengan situasi ini.
"Ekspor kita meningkat dan surplus neraca dagang bertambah, sehingga ada ruang untuk melakukan reformasi fiskal dan moneter, seperti menambah pembangunan dan menjaga suku bunga tetap rendah," papar Satria, Selasa (23/8/2022).
Di sisi lain, China sendiri sedang berusaha 'rationing' atau menyimpan beberapa komoditas energi krusial, seperti batubara, dari negara seperti Indonesia, Rusia, dan Australia.
Namun, Satria mengingatkan bahwa sebenarnya Indonesia tidak sepenuhnya diuntungkan atas kenaikan harga batubara global (ICE Newcastle) karena kebanyakan produksi dalam negeri masih yang berkalori rendah dan ada gap harga dengan batubara kalori tinggi yang diproduksi di luar.
Pada perdagangan Senin (22/8/2022), harga batu kontrak September di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 445,5 per ton. Harga batu bara menguat 0,39% dibandingkan Jumat pekan sebelumnya.
Adapun, rekor tertingginya yang tercapai pada 2 Maret 2022, senilai US$ 446 per ton.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan heatwave ini bersifat masif karena melanda sebagian besar wilayah China. Pasalnya, bencana ini mempengaruhi 600 juta populasi dari total 1,3 juta populasi China.
"China ekonominya sangat terintegrasi dengan global supply chain, efek dari gelombang panas akan mendorong penduduk untuk stay at home, seperti pandemi. Mereka akan tinggal di rumah. Banyak kegiatan produktif itu harus berhenti karena orang tidak bisa beraktifitas, ekonominya melambat," ungkap Faisal, Selasa (23/8/2022).
Saat ini, banyak perusahaan manufaktur otomotif, elektronik dan lainnya yang terpaksa memangkas jam kerja hingga menutup pabrik. Kondisi ini akan mengganggu rantai pasok global, termasuk Indonesia.
Manufaktur Indonesia yang mengandalkan bahan baku dan barang modal akan terdampak. Selain itu, dia melihat sektor pertanian China akan terdampak karena gelombang panas membuat panen gagal dan produksi sektor pertanian turun.
Dengan demikian, impor China akan naik. "Negara-negara yang punya kebutuhan ekspor ke China akan diuntungkan. Gandum AS, Rusia dan Ukraina akan mendapat tambahan demand dari China karena produksi gandum yang turun," papar Faisal.
Untuk Indonesia, Faisal mengatakan bahwa impor pangan Indonesia tidak signifikan. Namun, komoditas perkebunan Indonesia - kopi, teh dan CPO - akan diuntungkan karena permintaan dari China akan meningkat.
(haa/mij)