Ternyata Ini Dampak Subsidi BBM-LPG ke Petani dan Nelayan
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) terus memastikan ketersediaan dan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Subsidi menyentuh seluruh pelosok negeri. Peneliti INDEF Nailul Huda mengatakan subsidi BBM dan LPG subsidi bermanfaat bagi masyarakat menengah ke bawah atau yang benar-benar membutuhkan. Subsidi berperan dalam menjaga daya beli tidak jatuh terlalu dalam apalagi di tengah pandemi yang membuat daya beli masyarakat sudah turun.
"Di samping itu, inflasi juga bisa terkendali akibat subsidi ini. Jadi bayangin kalo tidak ada subsidi, inflasi bisa sampai ke level 6-7%," ujar Nailul kepada CNBC Indonesia.
Manfaat ini pun juga diakui oleh Pengamat Ekonomi, Pieter Abdullah. Menurutnya, subsidi BBM dan LPG sangat membantu masyarakat bawah di semua sektor, tidak terkecuali untuk petani dan nelayan.
BBM dan LPG subsidi, lanjut Pieter, bisa membantu mengurangi biaya produksi dan menaikkan pendapatan petani dan nelayan. Pasalnya, harga BBM yang 'terbang' dari Rp 8.000 jadi Rp 18.000-an, bahkan Rp 23.000-an di Timur Indonesia, membuat biaya melaut naik berlipat.
Meski demikian, untuk nelayan rakyat atau dengan kapal 5 GT ke bawah, tidak terkena dampak langsung kenaikan harga BBM karena menggunakan BBM subsidi.
"Dengan pendapatan yang lebih baik, mereka bisa berkonsumsi lebih banyak. Konsumsi mendorong pertumbuhan ekonomi. Jadi ada multiplier effect," imbuhnya.
Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menuturkan bagi nelayan dan petani saat ini juga terdapat program konversi BBM ke LPG. Konversi untuk nelayan sudah sejak 2016 dan untuk petani dimulai pada 2019. Pertamina pun berkomitmen menjamin pasokan BBM subsidi bagi nelayan 5 GT ke bawah.
"Sejak dimulai, 85 ribu nelayan di 171 Kabupaten/Kota dan 14 ribu petani di 54 Kabupaten/Kota telah menerima paket konversi LPG. Pada 2022 Pertamina juga kembali akan menjalankan penugasan konversi BBG bagi nelayan dan petani bekerja sama dengan Kementerian ESDM," terangnya.
Sebelum ada konversi BBM ke LPG, nelayan di Kampung Cisumur, Gandrungmangu, Cilacap harus membayar lebih mahal setiap melaut. Salah satu nelayan di Kampung Cisumur, Amir Fauzi, mengatakan sebelumnya harus mengeluarkan Rp 50.000-60.000 per harinya untuk membeli BBM.
Setelah adanya LPG 3 kg bersubsidi, dia hanya perlu mengeluarkan Rp 20.000-22.000 per tabung, sehingga jauh lebih hemat. Dengan LPG dan mesin bantuan yang ia terima kecepatan perahunya pun menjadi lebih stabil. Bahkan mesinnya pun cukup bisa diandalkan ketika terjadi hujan di tengah perjalanan, sehingga ia tidak was-was melaut meskipun sedang musim hujan.
Adanya LPG bersubsidi dan konversi ke gas menjadi salah satu 'senjata' bagi nelayan dan petani bertahan di tengah triple shock selama pandemi Covid-19.
"Beli satu tabung LPG juga tidak habis sekali melaut, pas pulang ada gasnya masih ada. Jadi benar-benar irit, lebih hemat," ujar Amir.
(rah/rah)