APBN Pasti Jebol, Kok Pemerintah Ragu Naikkan Harga BBM?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
18 August 2022 20:29
Sejumlah kendaraan roda dua mengantre untuk mengisi BBM jenis Pertalite di Jl. Tali Raya, Slipi, Jakarta, Selasa (16/8/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Sejumlah kendaraan roda dua mengantre untuk mengisi BBM jenis Pertalite di Jl. Tali Raya, Slipi, Jakarta, Selasa (16/8/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengungkapkan saat ini pemerintah, masih terus menghitung dan mempertimbangkan dampak yang bisa terjadi jika Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dinaikan.

Salah satu pertimbangannya adalah, Indonesia telah mendapatkan durian runtuh dari kenaikan harga komoditas global di tahun ini. Dari windfall ini lah yang kemudian pemerintah memutuskan untuk menahan harga dengan menggelontorkan subsidi dan kompensasi hingga Rp 502,4 triliun.

Dalam pelaksanaannya, kemudian volume penggunaan BBM Pertalite terus meningkat. PT Pertamina (Persero) mencatat penyaluran jenis Pertalite hingga Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL).

Dengan begitu, maka kuota hingga akhir tahun ini hanya tersisa 6,2 juta KL dari kuota tahun ini yang ditetapkan sebesar 23 juta KL.



Hal tersebut tentunya cukup mengkhawatirkan jika melihat kondisi saat ini. Apalagi sejumlah pengguna kendaraan yang biasanya menggunakan BBM jenis Pertamax kini beralih ke Pertalite seiring dengan naiknya harga BBM Ron 92 itu.

Di sisi lain, inflasi di tanah air yang telah mencapai 4,94% (year on year) pada Juli 2022 juga menjadi salah satu pertimbangan pemerintah, untuk mempertimbangkan kenaikan harga BBM jenis Pertalite.

"Dalam konteks ini kita melihat ketidakpastian itu masih sangat tinggi. Bersyukur kita sekarang masih punya windfall, masalahnya windfallnya mau digunakan untuk apa," jelas Febrio saat ditemui di Gedung DPR, Kamis (18/8/2022).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak sepanjang Januari-Juli 2022 mencapai Rp 1.028,5 triliun atau telah mencapai 69,3% dari target dalam Perpres 98/2022 yang sebesar Rp 1.485 trilin atau naik 58,8% dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu.

Kinerja penerimaan pajak sepanjang Januari-Juli 2022 tersebut dipengaruhi salah satunya karena adanya tren peningkatan harga komoditas. Penerimaan pajak dari harga komoditas mencapai Rp 174,8 triliun sepanjang Januari-Juli 2022, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2021 yang hanya mencapai Rp 15,6 triliun.

"Ini yang kemudian membuat kita harus hitung, apa benar Rp 502,4 triliun itu adalah kebijakan yang harus kita pertahankan sampai tahun depan. Di sisi lain, ada ruang untuk menggunakan windfall untuk mengurangi defisit," jelas Febrio.



Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto menjelaskan harga keekonomian Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis RON 90 atau Pertalite dan juga Pertamax tanpa harga yang disubsidi oleh pemerintah.

Misalnya harga Pertalite yang saat ini hanya Rp 7.650 per liter sejatinya jika sesuai dengan harga keekonomian harganya mencapai Rp 13.150 per liter. Sementara Pertamax atau RON 92 yang saat ini dijual Rp 12.500 per liter harga sesungguhnya adalah Rp 15.150 per liter.

"Harga Pertamax keekonomian Rp 15.150 namun di eceran masih Rp 12.500 per liter. Dan Pertalite keekonomiannya Rp 13.150 tapi ecerannya Rp 7.650 per liter," ungkap Menko Airlangga dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).

Menko Airlangga juga membandingkan harga BBM Pertalite dan Pertamax di RI yang masih jauh di bawah harga BBM dari negara-negara tetangga. Misalnya saja Thailand yang menjual BBM dengan harga Rp 19.500 per liter. Kemudian Vietnam Rp 16.645 per liter dan Filipina mencapai Rp 21.352 per liter.

Sinyal-sinyal kenaikan harga BBM Pertalite ini sudah sering mencuat, salah satunya dari Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia

Bahlil menyadari bahwa kenaikan harga BBM di dalam negeri bisa menimbulkan gejolak di masyarakat. Namun demikian, kondisi keuangan negara dalam menahan kenaikan harga BBM sudah terbata-bata.

"Saya menyampaikan sampai kapan APBN kita akan kuat menghadapi subsidi yang lebih tinggi, jadi tolong teman-teman sampaikan juga kepada rakyat bahwa rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang feeling saya harus kita siap-siap kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," kata Bahlil.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Harga Pertamax Cs Tinggi, Waspada Migrasi Ke Pertalite

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular