Dunia Diserang Triple Horor! 9 Negara Ini Korbannya, Ada RI?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi dunia berpotensi gagal mempertahankan momentum pertumbuhan tinggi pascapandemi Covid-19 pada 2023.
Kegagalan ini dipicu oleh perang Ukraina dan Rusia yang menimbulkan gangguan rantai pasok pangan dan energi, serta lockdown di China sebagai dampak kebijakan zero-Covid yang menekan arus perdagangan global.
Alih-alih terbang tinggi, ekonomi dunia diproyeksikan kembali melambat tahun depan.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia meyakini pertumbuhan ekonomi dunia akan berada di kisaran 2,9 persen pada 2023.
"Perang di Ukraina, lockdown di China, gangguan rantai pasokan, dan risiko stagflasi memukul pertumbuhan. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari," kata Presiden Bank Dunia David Malpass dalam siaran pers beberapa waktu lalu.
Pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara maju, seperti China, Amerika Serikat dan sebagian besar zona Euro, diperkirakan akan susut ke depannya.
Namun, hal yang menjadi kekhawatiran terbesar adalah kondisi ekonomi di sejumlah negara-negara miskin dan kurang berkembang.
Bulan Juli lalu, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah merilis laporan Crisis Response Group. Dilansir AP, Senin (11/7/2022), PBB mengungkapkan 9 negara yang terancam bangkrut, a.l. Afghanistan, Argentina, Mesir, Laos, Lebanon, Myanmar, Pakistan, Turki dan Zimbabwe. Masalah yang dihadapi negara-negara tersebut beragam, tetapi semua menghadapi risiko yang sama, yaitu kenaikan harga pangan dan bahan bakar akibat pandemi yang disusul oleh perang Ukraina dan Rusia.
PBB pun mengungkapkan bahwa kondisi ini dapat memicu gejolak sosial, kenaikan beban utang hingga kelaparan. Tidak menutup kemungkinan, negara-negara berikut ini berpotensi terperosok ke jurang hitam seperti Sri Lanka:
1. Afghanistan
Negara ini telah mengalami krisis ekonomi sejak Taliban mengambil kendali ketika AS dan sekutu NATO-nya menarik pasukan mereka tahun lalu. Sayangnya, bantuan asing yang telah lama menjadi andalan mulai dihentikan.
Tidak hanya itu, Afghanistan harus menelan pil pahit. Pemerintahan Biden memutuskan untuk membekukan US$7 miliar cadangan mata uang asing Afghanistan yang disimpan di Amerika Serikat.
Sekitar setengah dari 39 juta penduduk negara itu menghadapi tingkat kerawanan pangan yang mengancam jiwa dan sebagian besar pegawai negeri, termasuk dokter, perawat, dan guru, tidak dibayar selama berbulan-bulan.
Derita Afghanistan tak berhenti sampai di situ, sebuah gempa bumi baru-baru ini menewaskan lebih dari 1.000 orang.
2. Mesir
Rasio utang terhadap PDB Mesir telah mencapai level 95 persen. JP Morgan mencatat aliran dana asing yang kabur dari Mesir sepanjang Januari-Juli 2022 telah mencapai US$11 miliar.
Mesir diperkirakan harus membayar utang senilai US$100 miliar dalam lima tahun ke depan, termasuk obligasi US$3,3 miliar yang akan jatuh tempo di 2024, mengutip laporan Reuters.
Tidak hanya itu, Negeri Piramida ini mencatatkan kenaikan inflasi hingga 15 persen pada April 2022. Tingkat inflasi ini telah menyebabkan kemiskinan bagi hampir sepertiga dari 103 juta penduduknya.
Pemerintah Mesir telah mengambil langkah-langkah penghematan yang ketat, seperti floating mata uang nasional dan pemotongan subsidi untuk bahan bakar, air, dan listrik.
Bank sentral pun menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi dan mendevaluasi mata uang, menambah kesulitan dalam membayar utang luar negeri Mesir yang cukup besar. Kuota pinjaman Mesir di IMF pun telah habis. Namun, negara ini berhasil menandatangani pinjaman baru senilai US$20 miliar pada Mei 2022.
Tetangganya, Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab telah menjanjikan US$22 miliar dalam bentuk deposito dan investasi langsung sebagai bantuan.
(mij/mij)