Jangan Heran! Amerika Banyak Utang ke China, Capai Rp14.500 T
Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Amerika Serikat (AS) dan China memanas dalam dua pekan terakhir. Panasnya hubungan kedua negara bisa membuat China semakin agresif "membuang" surat utang pemerintah AS.
Seperti diketahui, hubungan China-AS memanas setelah Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan pekan lalu. Beijing menganggap kehadirannya sebagai provokasi besar. China pun meluncurkan peringatan dan ancaman yang makin keras. Menyusul kunjungan Pelosi, China bukan tidak mungkin semakin gencar membuang surat utang AS yang kini dipegang mereka.
Berdasarkan data Data dari Departemen Keuangan, China masih memegang surat utang AS senilai US$ 980,8 miliar atau senilai Rp 14.516 triliun (kurs US$1=Rp14.800) per Mei 2022. Artinya, untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir, kepemilikan China akan obligasi pemerintah AS berada di bawah US$ 1 triliun.
Data Departemen Keuangan juga menunjukkan kepemilikan China di obligasi pemerintah AS berkurang US$ 23 miliar atau Rp 340,4 triliun pada Mei 2022 dibandingkan bulan sebelumnya.
Bila dibandingkan dengan Mei 2021, nilai kepemilikan Beijing di surat utang pemerintah AS sudah menyusut US$ 100 miliar atau Rp 1.480 triliun. Nilai tersebut sekitar 9% dari total kepemilikan.
Sejak perang dagang dimulai awal 2018 lalu, Beijing memang konsisten mengurangi kepemilikan obligasi pemerintah AS. Aksi "buang" tersebut semakin getol dilakukan dalam satu tahun terakhir.
Sebelum perang dagang atau akhir 2017, kepemilikan Beijing dalam obligasi pemerintah AS sekitar US$ 1,18 triliun sementara per Mei 2022 menjadi US$ 980,8.
Artinya, selama periode tersebut, kepemilikan China dalam surat utang pemerintah AS menipis sekitar US$ 200 miliar atau Rp 2.960 triliun.
"Penurunan (kepemilikan surat utang) ini intinya memang pada hubungan AS-China. Pada masa lalu, kepemilikan China sangat tinggi di obligasi AS karena mereka memiliki hubungan yang baik. Namun, China kini memilih menghindari risiko jika ada konflik dengan AS," tutur Tan Yaling, kepala Forex Investment Research Institute, dikutip dari South China Morning Post.
Perang dagang yang dikobarkan ke China oleh Presiden AS ke-45 Donald Trump menjadi pemicu awal dilepasnya obligasi pemerintah AS.
China semakin agresif melepas kepemilikan obligasi pemerintah AS tahun ini setelah bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga dengan sangat agresif guna meredam kenaikan inflasi.
Kenaikan suku bunga yang agresif, maka imbal hasil (yield) Treasury jadi ikut menanjak.
Pada sore hari ini, Kamis (11/8/2022), yieldTreasury tenor 10 tahun ada di level 2,7%bahkan sempat menyentuh ke level 3,5% pada pertengahan Juni lalu. Yield sudah jauh lebih tinggi dibandingkan pad akhir Desember 2017 yang berada di kisaran 2,4%.
Ketika yield Treasury menanjak, artinya harga obligasi mengalami penurunan. Hal ini membuat pemegang obligasi mengalamicapital loss. China pun semakin agresif "membuang" obligasi pemerintah AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)