Internasional

Rusuh di Taiwan, Pelosi Picu Perang Dagang Jilid 2 AS-China?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
11 August 2022 10:52
Flags of U.S. and China are seen in this illustration picture taken August 2, 2022. REUTERS/Florence Lo/Illustration
Foto: REUTERS/FLORENCE LO

Jakarta, CNBC Indonesia - Memanasnya hubungan dengan China akibat 'kekisruhan' yang disebabkan Pelosi di Taiwan membuat pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memikirkan ulang rencana pengurangan tarif untuk Beijing.

Bahkan, menurut sumber yang mengetahui rencana tersebut, justru bisa jadi ada tarif tambahan yang dikenakan.

Selama berbulan-bulan, tim Biden telah bergulat dengan berbagai cara untuk meringankan biaya bea masuk yang dikenakan pada impor China selama masa jabatan pendahulunya Donald Trump. Ini dilakukan untuk menekan inflasi yang meroket.

Mereka diketahui telah mempertimbangkan kombinasi penghapusan beberapa tarif, meluncurkan penyelidikan "Bagian 301" baru ke area potensial untuk tarif tambahan, dan memperluas daftar pengecualian tarif untuk membantu perusahaan AS yang hanya bisa mendapatkan pasokan tertentu dari China.

Meski begitu, Gedung Putih mengatakan Biden belum membuat keputusan tentang masalah ini dan semua opsi tetap ada di atas mejanya.

"Presiden belum membuat keputusan sebelum peristiwa di Selat Taiwan dan masih belum membuat keputusan, titik. Tidak ada yang ditunda atau ditunda, dan semua opsi tetap ada di atas meja," kata juru bicara Gedung Putih Saloni Sharma seperti dilansir Reuters, Kamis (11/8/2022).

"Satu-satunya orang yang akan membuat keputusan adalah presiden, dan dia akan melakukannya berdasarkan apa yang menjadi kepentingan kita."

Saat ditanya mengapa keputusan begitu lama, Menteri Perdagangan Gina Raimondo merujuk pada situasi geopolitik yang rumit.

"Setelah kunjungan Ketua Pelosi ke Taiwan, itu sangat rumit. Jadi presiden menimbang pilihannya. Dia sangat berhati-hati. Dia ingin memastikan bahwa kita tidak melakukan apa pun yang akan merugikan tenaga kerja Amerika dan pekerja Amerika," katanya di wawancara dengan Bloomberg TV.

Adapun, pengenaan tarif tinggi membuat impor China lebih mahal bagi perusahaan AS, sehingga produk lebih mahal bagi konsumen. Inflasi pun kian terkerek.

Namun, buntut dari kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pekan lalu memicu perhitungan ulang oleh pejabat pemerintah AS agar tak menyebabkan eskalasi. AS juga berusaha menghindar agar tidak menghadapi agresi negara komunis tersebut.

Diketahui militer China selama berhari-hari melakukan latihan, mulai dari peluncuran rudal balistik hingga simulasi serangan di sekitar negara pulau Taiwan, yang diklaim China sebagai miliknya.

Sebelumnya pemerintahan Trump telah menyetujui pengecualian tarif untuk lebih dari 2.200 kategori impor, termasuk banyak komponen industri penting dan bahan kimia. Tarif diberlakukan pada 2018 dan 2019 oleh Trump pada ribuan impor China senilai US$370 miliar untuk menekan China atas dugaan pencurian kekayaan intelektual AS.

Tetapi kebijakan ini kedaluwarsa ketika Biden menjabat pada Januari 2021. Perwakilan Dagang AS Katherine Tai telah memulihkan hanya 352 di antaranya. Kelompok industri dan lebih dari 140 anggota parlemen AS telah mendesaknya untuk meningkatkan jumlahnya.

Langkah selanjutnya pemerintahan Biden dapat berdampak signifikan pada perdagangan ratusan miliar dolar antara dua negara ekonomi terbesar di dunia tersebut.


(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hubungan Dagang Amerika-China: Benci Tapi Rindu...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular