Pesta 'Durian Runtuh' Bubar 2023, Indonesia Rugi Berapa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia tidak akan mendapat 'durian runtuh' lagi tahun depan. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers usai rapat kabinet, Senin (8/8/2022).
"Ini tidak akan berulang atau setinggi ini tahun depan," ungkap Sri Mulyani.
Indonesia memang diuntungkan dari commodity boom dua tahun belakangan karena kelangkaan pasokan akibat pandemi virus Corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) dan konflik antara Rusia dengan Ukraina. Penerimaan dari batu bara, minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO), dan minyak mentah misalnya akan terpengaruh.
Tanda-tanda pelemahan harga komoditas dunia pun sudah terlihat mulai pada paruh kedua 2022. Padahal sempat mencapai rekor tertinggi pada semester pertama. Perlambatan ekonomi dunia akibat inflasi yang tinggi pada akhirnya melemahkan konsumsi yang membuat harga komoditas turun.
Hal ini tentu saja membuat pesta "durian runtuh" selama kurang lebih 2 tahun terakhir dirasakan Indonesia diramal berakhir pada 2023.
Komoditas merupakan andalan ekspor Indonesia. Hingga Juni 2022, ekspor bahan bakar mineral termasuk batu bara tercatat US$ 24.112,8 juta atau berkontribusi terhadap 18,09% dari total ekspor Indonesia. Kemudian lemak dan minyak hewani/nabati tercatat US$ 15.136,6 juta atau berkontribusi terhadap 11,35% total ekspor Indonesia.
Selain itu, peran komoditas terhadap pendapatan negara pun sangat penting tercermin dari realisasi hingga Juni 2022. Pendapatan negara dari pajak sektor pertambangan tumbuh 286,8% year-on-year/yoy sepanjang semester I-2022. Hal ini mengerek penerimaan dari PPN Dalam negeri sebanyak 32,2% yoy pada semester I/2022.
Selain itu CPO berkontribusi besar terhadap pertumbuhan bea keluar yang tumbuh 74,9% yoy pada semester I-2022. Penerimaan bea keluar dari CPO mencapai Rp23 triliun atau 62,8% dari target Perpres 98 tahun 2022.
Jika kemudian harga komoditas global melemah, pendapatan negara akan terkena dampaknya. Pendapatan negara diprediksi akan turun.
Berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2023, pendapatan negara sebesar 11,19% hingga 12,24% dari PDB. Jumlah ini turun dari outlook 2022 yakni 12,69%. Jika menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 sebesar 5,2% dan prakiraan 2023 sebesar 5,3%, maka pendapatan negara akan hilang sebesar Rp 161,96 triliun.
Sementara pendapatan dari perpajakan dipatok 9,3% hingga 10% pada APBN 2023, lebih rendah dari 2022 sebesar 9,55%. Sehingga perkiraannya akan menyusut sekitar Rp 35 triliun.
Kemudian dari PNBP sebesar 1,88% hingga 2,22% atau lebih rendah dari outlook 2022 yakni 2,58% dari PDB. PNPB akan berkurang sekitar Rp 128,2 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras/ras)