Lapor, Mr Xi Jinping! Inflasi China Tertinggi dalam 2 Tahun

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
10 August 2022 11:55
Seorang petugas polisi berjaga di dekat bendera Indonesia dan China di depan Gerbang Tiananmen, saat Presiden Indonesia Joko Widodo mengunjungi Beijing, China 25 Juli 2022. (AFP via Getty Images/GOH CHAI HIN)
Foto: Seorang petugas polisi berjaga di dekat bendera Indonesia dan China di depan Gerbang Tiananmen, saat Presiden Indonesia Joko Widodo mengunjungi Beijing, China 25 Juli 2022. (AFP via Getty Images/GOH CHAI HIN)

Tingginya inflasi China bisa merembes ke perekonomian global. Pasalnya, China merupakan eksportir dan produsen terbesar di dunia. China berkontribusi terhadap 15% perdagangan global sehingga kenaikan biaya produksi ataupun gangguan pasokan di negara tersebut bisa mengerek inflasi global.

Di sisi lain, Perdagangan ekspor China tumbuh secara mengejutkan pada Juli 2022 melampaui estimasi analis. Hal ini mendorong perdagangan China mengalami surplus. 

China mencatat ekspornya dalam nilai dolar Amerika Serikat (AS) tumbuh 18% secara tahunan atau year on year (yoy) pada Juli 2022. Sementara, impor China tumbuh 2,3% dari tahun sebelumnya, sedikit meleset dari ekspektasi dan menunjukkan permintaan domestik masih lemah.

Data tersebut merupakan kabar baik bagi China di tengah kekhawatiran melemahnya permintaan global yang akan mengganggu pertumbuhan ekonominya selama era pandemi. 

Kendati demikian, China masih harus mencari strategi untuk menjaga jalur pemulihan ekonominya mengingat ekonomi global masih melambat dan inflasi yang meninggi. Para ekonom memperingatkan bahwa lonjakan ekspor itu kemungkinan tidak akan bertahan selamanya.

Pemerintah Indonesia patut mewaspadai adanya pertumbuhan ekonomi China yang melambat pada kuartal II-2022. Mengingat China merupakan mitra dagang utama Indonesia.

China juga merupakan konsumen komoditas terbesar dan pasar ekspor utama Indonesia. Tingginya harga komoditas menjadi faktor yang membuat fundamental Indonesia saat ini cukup kuat. Neraca perdagangan mencatat surplus 26 bulan beruntun, yang membuat transaksi berjalan juga surplus. 

Namun, ketika sektor manufaktur China mengalami kontraksi, maka bisa menjadi indikasi permintaan yang menurun. Apalagi jika kontraksinya terjadi dengan berkelanjutan atau selama berbulan-bulan, tentunya permintaan komoditas akan menurun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aum/aum)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular