Harga Barang Makin Mahal, Alarm Tanda Bahaya Mulai Menyala!

Maesaroh, CNBC Indonesia
09 August 2022 12:48
Matahari Department Store
Foto: Matahari Department Store (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) bergerak turun dalam tiga bulan terakhir. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), IPR pada April 2022 tercatat 239,2 atau tertinggi dalam tiga tahun lebih. Sementara itu, IPR pada Mei tercatat 234,1 dan pada Juni tercatat 206,6. BI memperkirakan IPR ada di angka 204,9 pada Juli.

IPR Pada Juni bahkan jauh lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan BI sebelumnya yakni 229,1.

Secara bulanan (month to month/mtm), IPR diperkirakan mengalami kontraksi dalam tiga bulan beruntun. IPR pada Mei hingga Juli masing-masing terkontraksi sebesar 2,1%, 11,8%, dan 0,8%. Padahal, pada April 2022, IPR melonjak 16,5% ditopang oleh belanja Ramadhan dan persiapan Idul Fitri.

Sejumlah kota masih mencatatkan kontraksi IPR pada Juni (mtm) yaitu Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, Banjarmasin, dan Manado. IPR di Jakarta diperkirakan akan mulai terkontraksi pada Juli.

Sebaliknya, secara tahunan (year on year/yoy), IPR Indonesia tumbuh 4,1% pada Juni dan diperkirakan melesat sebesar 8,7% pada Juli. Perlu dicatat, tingginya pertumbuhan IPR (yoy) pada Juli salah satunya karena rendahnya kinerja penjualan ritel pada periode Juli 2021. Pada periode tersebut, IPR terkontraksi hingga 2,9% yoy karena Indonesia tengah dihadapkan pada gelombang varian Delta.

Tingginya kasus positif Covid-19 dan kasus kematian memaksa pemerintah memberlakukan Pemberlakuan pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 Juli yang membekukan roda ekonomi Indonesia.

Pada Juni tahun ini, semua kelompok barang mengalami penurunan penjualan dibandingkan bulan sebelumnya, kecuali suku cadang dan aksesori. Penurunan terbesar ada pada kelompok peralatan komunikasi dan informasi yang terkontraksi 16,2% serta makanan, minuman, dan tembakau yang terkontraksi sebesar 13%. Penjualan ritel kelompok bahan bakar kendaraan bermotor juga terkontraksi 6,5% seiring selesainya periode mudik dan cuti libur Lebaran.

Bila dibandingkan pada Juni 2021, kelompok barang yang mengalami peningkatan penjualan adalah kelompok suku cadang dan aksesori (3,4%) serta makanan, minuman, dan tembakau (11,3%).

Kelompok barang yang mengalami kontraksi penjualan adalah peralatan informasi dan komunikasi, perlengkapan rumah tangga lainnya, dan kelompok sandang.

BI juga memperkirakan sejumlah kelompok barang akan mengalami kenaikan penjualan pada Juli tahun ini dibandingkan bulan sebelumnya yakni kelompok bahan bakar kendaraan bermotor, kelompok sandang, serta barang budaya dan rekreasi. Mayoritas kelompok barang diperkirakan mengalami lonjakan penjualan pada Juli 2022 dibandingkan Juli 2021. Pertumbuhan tertinggi dicatat kelompok bahan bakar kendaraan bermotor (66,9%), barang budaya dan rekreasi (11,6%), dan suku cadang dan aksesori (34,6%).

Bank Indonesia memperkirakan penjualan eceran pada September dan Desember (3 dan 6 bulan yang akan datang) akan meningkat. Indeks ekspektasi penjualan (IEP) September dan Desember 2022 masing-masing tercatat 149,6 dan 157 atau naik dibandingkan 147,1 dan 152,3 pada bulan sebelumnya.

Dari sisi harga, survei BI memperkirakan tekanan inflasi pada September dan Desember 2022 (3 dan 6 bulan mendatang) akan meningkat. Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) September dan Desember masing-masing tercatat 137,5 dan 138,5, naik dibandingkan  127,5 dan 132,1 pada bulan sebelumnya. Sebagai catatan, Desember terdapat Perayaan Natal dan Tahun Baru sehingga secara historis, penjualan barang dan inflasi akan melonjak.

Ekonom BCA Lazuardin Thariq H. dan Barra Kukuh Mamia dalam laporannya Solidifying Momentum Amid Mounting Uncertainties menyatakan pemulihan penjualan ritel belum terjadi pada semua kelompok barang.

"Penjualan ritel memang seperti sudah pulih tetapi pertumbuhannya terbatas kepada barang kebutuhan dasar seperti makanan dan bahan bakar. Sebaliknya, penjualan barang tidak mendesak dan bukan kebutuhan sehari-hari seperti peralatan komunikasi sulit sekali bergerak naik.

"Jika kita mencermati lebih dekat maka kita bisa lihat jika pengeluaran untuk kebutuhan dasar tumbuh sangat cepat tetapi untuk konsumsi leisure seperti hotel dan restoran masih lambat," sebut Barra.

Barra mengingatkan kenaikan harga pada konsumen tingkat akhir kemungkinan akan meningkat ke depan. Pasalnya, pelaku bisnis akan membebankan kenaikan harga kepada konsumen. Kondisi ini semakin menekan pengeluaran untuk barang non-esensial.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular