Jakarta, CNBC Indonesia - Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia mulai melandai pada pekan pertama Agustus 2022. Namun, angka kematian justru melonjak bahkan menembus 100 jiwa lebih dalam sepekan.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tambahan kasus Covid-19 selama sepekan terakhir (1-8 Agustus) menembus 37.860, melandai 2,31% dibandingkan pekan sebelumnya (25-31 Juli) yang menyentuh 38.756.
Ini adalah kali pertama dalam 11 pekan terakhir atau hampir tiga bulan lebih, kasus mingguan Covid-19 melandai. Dalam 10 pekan sebelumnya, kasus Covid-19 di Indonesia terus meroket bahkan pernah melonjak 105% pada pertengahan Juni.
Melandainya kasus Covid-19 pada pekan pertama Agustus, utamanya disebabkan penurunan kasus di Jakarta. Jakarta, Jawa Barat, dan Banten merupakan episentrum penyebaran subvarian Omicron BA.4, BA.5.
Dalam sepekan terakhir, kasus Covid-19 di Jakarta menembus 15.574, turun 19,7% dibandingkan pekan sebelumnya.
Sebaliknya, kasus di Jawa Barat, Banten, hingga Jawa Timur tetap melonjak. Jawa Barat melaporkan tambahan kasus sebanyak 8.349 dalam sepekan terakhir, naik 17,2% dibandingkan pekan sebelumnya.
Jawa Timur melaporkan tambahan kasus sebanyak 3.103 atau melonjak 35,9% dalam sepekan. Sementara itu, Banten mencatatkan kenaikan kasus sebanyak 0,2% dibandingkan pekan sebelumnya. Kenaikan tajam juga dicatatkan Jawa Tengah yang melaporkan tambahan kasus sebanyak 955 atau melonjak 21,96%.
Namun, melandainya kasus justru dibarengi dengan lonjakan angka positivity rate. Dalam sepekan terakhir, angka positivity rate melonjak menjadi 10,12%, dari 9,23% pada pekan sebelumnya. Positivity rate pekan lalu sudah dua kali lipat di atas ambang batas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni 5%.
Positivity rate mingguan pekan lalu juga menjadi yang tertinggi sejak pertengahan Maret 2022.
Meskipun kasus Covid-19 nasional turun pada pekan lalu tetapi angka kematian justru melonjak tajam. Dalam sepekan terakhir, kasus kematian akibat Covid-19 menyentuh 102 jiwa atau melonjak 12,1% sepekan. Jumlah kematian tersebut menjadi yang tertinggi sejak awal Mei 2022 atau dalam tiga bulan terakhir.
Dua pekan lalu, kasus kematian masih tercatat 91 jiwa dan tiga pekan sebelumnya mencapai 53 jiwa. Pada Selasa pekan lalu, angka kematian bahkan mencapai 24 jiwa atau tertinggi sejak 27 April.
Dalam dua pekan terakhir, kasus kematian harian juga selalu menembus double digit. Padahal, sepanjang akhir Mei hingga pertengahan Juli, Indonesia jarang melaporkan angka kematian double digit.
Dicky Budiman, epidemiolog dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, mengingatkan melonjaknya angka kematian merupakan bukti kegagalan dari penanganan Covid-19.
"Kematian itu indikator dari keparahan dan juga indikator kegagalan pencegahan dari hulu hingga hilir. Ada kegagalan pencegahan dalam 3 T (testing, tracing, treatment). Angka kematian, jangan pernah dipandang kecil karena satu kematian itu sangat tidak ternilai," tutur Dicky kepada CNBC Indonesia.
Dia menambahkan kasus Covid-19 dan angka kematian di Indonesia jauh di atas yang dilaporkan. Pasalnya, kemampuan 3T Indonesia sudah berkurang drastis padahal itu bisa dijadikan modal untuk mencegah penyebaran kepada kelompok rentan. Masyarakat Indonesia juga semakin enggan memerikasakan diri jika sakit atau melapor jika terkena Covid.
Dalam catatan BNPB, rata-rata jumlah orang yang melakukan tes Covid selama sepekan terakhir tercatat 57.189 orang. Jumlah tersebut jauh di bawah catatan Februari 2022 atau saat gelombang Omicron menyebar di Indonesia, yakni sekitar 200 ribu per hari.
"Banyak yang terinfeksi tidak sakit atau hanya bergejala ringan dan tidak lapor. Mereka akan menyebarkan virus kepada kelompok rentan," ujarnya.
Dicky menjelaskan gelombang IV belum akan berakhir meskipun kasus melandai dalam sepekan terakhir. Dia memperkirakan situasi Indonesia masih akan rawan hingga Oktober mendatang.
Dia juga mengingatkan terjadi pola perubahan pola penyebaran pada gelombang IV Covid-19. Menurutnya, penambahan kasus akan lebih lambat tetapi lama karena virus menyebar dengan melalui orang yang telah memiliki imunitas.
"Sebagian terinfeksi tetapi sangat ringan gejalanya atau tidak bergejala sama sekali. Di tengah minimnya testing, jumlah kasus semakin tidak terlihat jadi masih rawan. Rawan ini bukan berarti banyak angka kematian tetapi rawan untuk kelompok yang rentan seperti tenaga kesehaan atau yang memiliki komorbid," ujar Dicky.
TIM RISET CNBC INDONESIA