Wow Covid Korea Utara Diklaim 'Musnah', Diapain Kim Jong Un?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Korea Utara (Korut) mengklaim telah mengakhiri gelombang pertama Covid-19 yang terjadi di negeri itu. Semua pasien yang menderita demam akibat corona, disebut telah pulih.
"Situasi anti-epidemi ... telah memasuki fase stabilitas yang pasti," ujar media pemerintah dikutip Reuters, Jumat (5/8/2022)
"Korea Utara akan menggandakan upaya untuk mempertahankan kesempurnaan dalam pelaksanaan kebijakan anti-epidemi negara," tambah media itu.
Korut tidak pernah mengkonfirmasi berapa banyak orang yang tertular Covid-19. Tetapi dikatakan sekitar 4,77 juta pasien demam telah pulih sepenuhnya dan 74 meninggal sejak akhir April.
"Tidak ada kasus demam baru yang dilaporkan sejak 30 Juli," tegas data Korut lagi.
Di sisi lain, hal ini diragukan oleh para ahli kesehatan negara seberangnya, Korea Selatan (Korsel). Mereka masih mempertanyakan terkait angka kematian akibat Covid-19 di negara itu.
Seorang profesor di sekolah kedokteran Universitas Hanyang di Seoul, Shin Young-jeon, mengatakan sementara puncak gelombang Covid telah menurun, ia memperkirakan angka kematian di negara itu dapat mencapai 50 ribu kasus.
"Keberhasilan mereka, jika ada, harus terletak pada kenyataan bahwa wabah itu tidak mengarah pada kekacauan politik atau sosial. Apakah respons Covid mereka berhasil adalah masalah lain," tambahnya.
Menteri Unifikasi Korsel, Kwon Young-se, yang bertanggung jawab untuk urusan antar-Korea, mengatakan minggu ini ada "masalah kredibilitas" dengan data pandemi dari Korut. Walau begitu, ia meyakini situasi Covid di sana tampaknya "agak terkendali."
Korut baru melaporkan kasus Covid-19 pada April 2022. Ini dua tahun lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Bahkan, saat dunia sedang kekurangan vaksin Covid-19, negara komunis itu menolak untuk mendapatkan vaksin dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dengan alasan bahwa banyak negara lain yang membutuhkannya.
Meski begitu, beberapa analis menyebut tidak ditemukannya kasus di negara itu merupakan hasil dari lemahnya kapasitas testing di negara dengan 25 juta penduduk itu.
(sef/sef)