Jika Amerika dan China Perang, Kiamat!

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
04 August 2022 16:59
APTOPIX Ancaman Kelaparan Ethiopia
Foto: Seorang wanita Ethiopia berdebat dengan orang lain mengenai alokasi kacang polong kuning setelah didistribusikan oleh Lembaga Pertolongan Tigray di kota Agula, di wilayah Tigray di Ethiopia utara, pada hari Sabtu, 8 Mei 2021. (AP/Ben Curtis)

Jika kedua benar-benar berperang maka ekonomi dunia akan berhenti. Sebab keduanya merupakan poros ekonomi dunia saat ini dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

PDB DuniaSumber: World Bank
PDB Dunia

Saat perang terjadi, ekonomi kedua negara menjadi lesu akan menyebabkan banyak proses produksi barang maupun jasa akan terganggu jalannya hingga berhenti.

Dari sisi input, permintaan komoditas akan berkurang seperti batu bara yang menjadi sumber energi pembangkit listrik kedua negara. Harga batu bara pun akan jatuh karena AS dan China adalah konsumen utama si batu hitam.

Berdasarkan Statistical Review of World Energy, pada 2021 AS dan China menyumbang 60,4% dari total konsumsi batu bara dunia. Rinciannya, China sebesar 53,8% dan AS sebesar 6,6%.

Begitu juga di sumber energi lainnya seperti minyak dan gas dunia. Kedua negara adalah konsumen terbesar dunia. Untuk minyak AS adalah pengguna 20,4% minyak mentah dunia dan China sebesar 16%. Sementara konsumsi AS untuk gas alam sebesar 20,5% dan China 9,4% dari total konsumsi gas alam dunia.

Berbeda dengan batu bara, harga minyak mentah dan gas alam bisa terkerek naik karena status AS yang merupakan eksportir utama minyak mentah dan gas alam dunia dengan pangsa pasar sebanyak 14% untuk minyak dan 18% untuk gas.

Inflasi pun akan meroket karena ada kecenderungan pemerintah yang mencetak uang untuk membiayai perang, selain karena kelangkaan energi yang mendorong harga. Suku bunga pun akan naik untuk menetralkan inflasi.

Alhasil mata uang dolar AS berpotensi naik karena sebagai lindung nilai dari kenaikan suku bunga bank sentral. Ini menyebabkan utang-utang negara yang berdenominasi greenback akan makin terpukul sehingga bisa menyebabkan resesi bahkan depresi.

Depresi adalah situasi resesi dengan jangka waktu yang lebih lama. Pada perang dunia pertama, terjadi depresi yang berlangsung sekitar 10 tahun, dimulai dari 1929. Depresi berpotensi terjadi mengingat keadaan ekonomi dunia saat ini yang sudah sangat rapuh karena tingginya inflasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular