'Aktor Intelektual' Krisis Pangan: Beras!

Maesaroh, CNBC Indonesia
03 August 2022 12:19
Presiden Joko Widodo secara langsung meninjau panen dan tanam padi di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, dalam kunjungan kerjanya di Provinsi Jawa Timur pada Kamis, 29 April 2021.  (Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev)
Foto: Presiden Joko Widodo secara langsung meninjau panen dan tanam padi di Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, dalam kunjungan kerjanya di Provinsi Jawa Timur pada Kamis, 29 April 2021. (Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev)

Asia merupakan lumbung beras dunia. Data World Economic Forum menunjukkan produksi padi global sangat bergantung kepada wilayah Asia. Sebanyak 84% produksi beras global bergantung kepada 10 negara. Sepuluh negara tersebut semuanya berada di Asia, kecuali Brazil. Kondisi inilah yang menciptakan ketergantungan sangat besar.

Eksportir besar beras dunia adalah Thailand, India, Pakistan, dan Vietnam. Sementara itu, importir besarnya adalah Iran, China, Arab Saudi dan Filipina. 

Merujuk data Departemen Pertanian AS (USDA), produksi padi pada 2021 mencapai 514,06 juta ton sementara ekspor hanya mencapai 51,40 juta ton. Artinya, hanya 10% dari produksi global yang diperdagangkan. Kondisi ini yang membuat pasokan beras bisa sangat ketat jika terjadi persoalan domestik di negara produsen.

Pada 2007-2008, India dan Vietnam pernah melakukan pembatasan ekspor beras. Keputusan mereka menimbulkan panic buying dan lonjakan harga hingga dua kali lipat.

USDA memperkiakan produksi beras global pada tahun ini akan mencapai 514,8 juta ton. Kenaikan produksi kemungkinan bakal terjadi di Australia, Bangladesh, Burma, India, Indonesia, Iran, Nepal, Nigeria, Pakistan, Sri Lanka, dan Thailand, Sementara itu, penurunan produksi akan terjadi di Ghana, South Korea, Madagaskar, Filipina, Rusia, Tanzania, dan AS.

Pasokan beras pada tahun ini diperkirakan akan menurun menjadi 182,8 juta ton, dari sebesar 190,7 juta ton pada tahun lalu. Penurunan pasokan akan terjadi di India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Pakistan, Peru, dan Sri Lanka.

Sementara itu, pada 2021, Indonesia memproduksi 54,42 juta ton gabah kering giling (GKG), turun 0,43% dibandingkan pada 2020 (54,65 juta ton). Kendati produksi turun atau hanya naik tipis, konsumsi beras juga cenderung stagnan sehingga stok mencukupi.

Pada 2021, produksi beras untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 31,33 juta ton di tahun 2021. Sementara itu, pada tahun 2020 sebesar 31,50 juta ton dan 2019 sebanyak 31,31 juta ton.

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), harga beras medium sepanjang tahun ini masih terkendali di kisaran Rp 11.700-11.800 per kg. Namun, data Badan Pusat Statistik menunjukan harga gabah di tingkat petani sudah meningkat 0,68% pada Juli 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Harga beras di penggilingan naik 1,02% pada Juli dibandingkan pada Juni.

Mantan Kepala BPS dan Waki Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan harga beras domestik masih terjaga. Namun, dia mengingatkan pemerintah harus tetap memonitor harga beras karena beras memiliki bobot terbesar dalam perhitungan inflasi Indonesia.

"Kalau nanti beras jebol ini akan menjadi masalah. Kalau bawang putih, bawang merah naik itu kalau menyumbang inflasi itu terjadi sesaat nanti akan turun. Tapi beras itu bahan pokok utama," tutur Rusman dalam Program Squawk Box, CNBC Indonesia (Rabu, 03/08/2022).

Inflasi Indonesia pernah menjulang pada 2010 karena lonjakan harga beras. Inflasi pada 2010 tercatat 6,96% di mana beras menjadi penyumbang utama dengan kontribusi 1,29%.

Harga beras melonjak karena ada anomali cuaca. Harga beras bahkan melambungkan inflasi kelompok volatile hingga menyentuh 17,74% pada 2010.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular