
Fitch Ramal BI Rate Naik 0,5%, Nasib Bank Gimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga rating internasional Fitch Ratings memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada tahun ini. Kendati demikian, sektor keuangan Indonesia seperti perbankan diperkirakan masih aman karena mampu menyerap dampak kenaikan suku bunga tersebut.
Fitch juga mengatakan sektor keuangan baik perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya mampu menahan dampak lonjakan inflasi dan suku bunga.
"Tekanan inflasi dan fluktuasi nilai tukar memang menambah downside risk tetapi sektor tersebut mampu mengelola risiko profitabilitas dan kualitas aset," tulis Fitch, dalam keterangan resmi mereka.
Seperti diketahui, inflasi Indonesia melonjak hingga menembus 0,64% (month to month) dan 4,94%( year on year) pada Juli tahun ini. Inflasi tahunan pada Juli adalah yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Sementara itu, nilai tukar rupiah, hingga 28 Juli 2022, secara year to date(ytd), melemah 4,55%.
Fitch memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan mereka sebesar 50 bps pada tahun ini untuk meredam inflasi serta menjaga stabilitas nilai tukar.
"Kenaikan suku bunga akan meningkatkan cost of funds dari perusahaan. Namun dengan likuiditas pasar yang melimpah, margin yang lebar, dan fleksibilitas pricing maka sektor keuangan bisa memitigasi dampak kenaikan suku bunga terhadap profitabilitas mereka," tambah Fitch.
Sebagai catatan, BI rate sebesar 3,50% sudah bertahan sejak Februari 2021. BI merupakan salah satu dari sedikit bank sentral di dunia yang masih mempertahankan suku bunga acuan di tengah tren kenaikan suku bunga acuan global.
Fitch menambahkan membaiknya risk appetite (tingkat risiko yang bisa diambil atau ditolerir) dan masih tingginya likuiditas di sektor perbankan membuat sektor keuangan akan menopang akses pembiayaan. Adanya hedging pada utang valas juga akan memitigasi dampak dari fluktuasi rupiah.
"Pertumbuhan sektor keuangan dan kualitas asset juga akan ditopang oleh membaiknya kondisi ekonomi domestik meskipun ada risiko berupa gangguan dari rantai pasok dalam sektor otomotif," ujar Fitch.
Gubernur Bank Indonesia Peery Warjiyo menegaskan likuiditas perbankan masih sangat terjaga hingga Juli. Kebijakan BI yang menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah secara bertahap juga tidak mengganggu arus likuiditas di perbankan domestik.
Sebagai catatan, kewajiban minimum GWM rupiah untuk BUK (Bank Umum Konvensional) yang semula sebesar 5,0% naik menjadi 6,0% mulai 1 Juni 2022, 7,5% mulai 1 Juli 2022 dan 9,0% mulai 1 September 2022.
Perry menyebutkan kenaikan GWM sejak 1 Maret sampai 15 Juli 2022 menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp219 triliun.
"Risiko kredit terjaga, baik pada industri perbankan maupun pembiayaan didukung likuiditas yang memadai dan permodalan yang kuat," tutur Perry dalam konferensi pers Stabilitas sistem keuangan, Senin (1/8/2022).
Perry menambahkan likuiditas perbankan memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit(AL/NCD) di level 133,35% dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) di level 29,99% pada Juni 2022.
Ketahanan permodalan industri jasa keuangan memadai denganCAR perbankan mencapai 24,69%.
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Baik! Fitch Tahan Peringkat Utang RI di Level BBB