
Kuota Mau Habis, Pembatasan BBM Subsidi Mendesak Dilakukan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis penugasan yakni Pertalite dan Solar Subsidi megap-megap. Untuk Pertalite, sampai pada Juli 2022 ini konsumsinya sudah mencapai 15,9 juta kilo liter (KL) atau 69% dari kuota yang sudah ditetapkan pada tahun ini sebesar 23 juta KL.
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) mencatat penyaluran BBM jenis Solar subsidi hingga Juni 2022 kemarin sudah mencapai 8,3 juta kilo liter (KL) dari kuota tahun ini sebesar 14,91 juta KL. Dengan begitu, maka sisa kuota Solar subsidi hingga Juni tinggal 6,6 juta KL
Kepala Ekonom Bank Pertama, Josua Pardede menilai kuota Pertalite yang akan habis berpotensi mengakibatkan kelangkaan Pertalite ke depan. Nah, untuk mengontrol konsumsi, sistem kuota cenderung tidak efektif karena mengakibatkan kelangkaan diberbagai tempat dan potensi kebocoran besar.
"Upaya Pertamina untuk menggunakan aplikasi digital jadi jalan untuk menseleksi siapa-siapa saja yang berhak menerima BBM subsidi. Tinggal impelementasi penggunaan aplikasi tersebut yang kini harus bisa disiapkan dan dieksekusi dengan baik," katanya, Selasa (2/8/2022).
Menurut Josua, akselerasi penerapan aplikasi bagi masyarakat dapat mengatasi hal ini, karena aplikasi dapat secara tepat mengatur jumlah konsumsi bagi masing-masing konsumen. "Tidak seperti kuota yang cenderung masyarakat mampu dapat membeli Pertalite lebih banyak karena memiliki daya beli yang lebih besar," ungkap Josua.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menyatakan prediksi habisnya kuota BBM bersubsidi, terutama pada Pertalite memang wajar terjadi. Peningkatan konsumsi Pertalite tahun ini makin menjadi seiring dengan hilangnya Premium dari pasaran.
Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Reforminer Institute, kebutuhan normal Premium adalah kisaran 28-30 juta Kiloliter (KL). Hal tersebut karena sebelum adanya program penghapusan Premium konsumsi Pertalite sudah 22 juta KL. Sementara konsumsi Premium Status terakhir sekitar 6-8 juta KL.
"Jadi wajar kalo 23 juta Kl maksimal hanya sampai Agustus atau September 2022 karena itu menjadi penting agar ada pengaturan tepat sasaran," kata Komaidi.
Jika memang pengaturan tepat sasaran tersebut tidak dilakukan, lanjut Komaidi, pemerintah harus bergerak cepat memastikan ketersediaan kuota BBM. Namun itu tentu tidak mudah lantaran masih harus dibicarakan lagi dengan berbagai pihak terutama parlemen. "Kalau tidak mau ada pengaturan sederhana pemerintah tambah kuota. Sebagai pemerintah saya kira kondisinya tidak mudah," ungkap Komaidi.
Menurut dia, apa yang sudah dilakukan Pertamina selama ini dengan aplikasi MyPertamina secara paralel adalah upaya maksimal perusahaan agar kuota 23 juta KL tidak terlampaui. "Tentu itu sulit untuk dilakukan karena kuota normalnya perlu kisaran 28-30 juta KL per tahun. Makanya bolanya ada pada pemerintah," kata dia.
Komaidi menilai, rencana untuk melakukan mengandalkan pembatasan pembeli Pertalite maupun Solar melalui revisi Perpres dengan menggunakan aplikasi digital tetap akan sulit menahan jebolnya volume BBM subsidi tahun ini jika mekanisme penyaluran subsidi tetap ke barang.
"Tentu kalau efektif 100% sulit dilakukan (pengaturan pembatasan BBM Subsidi). Namun ini upaya yg bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak saja sifatnya. Memang idealnya subsidinya langsung bukan ke barang.Sepanjang masih ke barang kebocoran akan tetap ada," ungkap Komaidi.
Menurut dia, bola panas saat ini memang di pemerintah. Pengaturan subsidi tepat sasaran bisa saja diperuntukkan untuk roda dua atau kendaraan pelat nomor kuning. Namun pelaksanaan di lapangan pasti tidak akan mudah. Untuk itu peran serta masyarakat juga sangat diperlukan untuk atasi kekurangan kuota BBM bersubsidi ini.
"Kalau mau sederhana misalnya hanya roda dua dan plat kuning yang disubsidi. Namun tentu mudah secara teknis tidaklah muda dari perspektif pemerintah karena ada hal-hal yang perlu diperhitungkan sehingga memang diperlukan kesadaran dari para pihak, terutama dari kita semua yang sudah berdaya beli," jelas Komaidi
Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman mengatakan penambahan kuota diperlukan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi pasca covid-19, sehingga berimbas pada tingkat konsumsi BBM di masyarakat.
"Kita proyeksikan konsumsi Pertalite meningkat hingga 28 juta KL, sehingga diusulkan naik 5 juta KL," kata Saleh kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Senin (1/8/2022).
Meski demikian, Saleh belum mengetahui secara pasti apakah tambahan 5 juta KL tersebut nantinya disetujui. Yang pasti, pihaknya akan terus berupaya agar penyaluran kuota BBM sebesar 23 juta KL tahun ini dapat mencukupi hingga Desember 2022.
"Sebetulnya otoritas penuh di Pemerintah dalam hal ini mengegolkan di Kementerian Keuangan. Kemenkeu melihat dari berbagai aspek. Kita tunggu apa yang menjadi keputusan kalau kita diberikan penambahan tentu akan kita optimalkan. Kalau tidak pengetatan konsumsi yang harus kita lakukan," ujarnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kuota Pertalite & Solar Subsidi Menipis, Pembatasan Mendesak!