Wow, Tambang Freeport Bakal Kian Berkilau bagi Indonesia!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
01 August 2022 14:22
Presiden Joko Widodo Saat Groundbreaking Pembangunan Smelter PT Freeport Indonesia, KEK Gresik, 12 Oktober 2021. ( Biro Pers Sekretariat Presiden/ Lukas)
Foto: Presiden Joko Widodo Saat Groundbreaking Pembangunan Smelter PT Freeport Indonesia, KEK Gresik, 12 Oktober 2021. ( Biro Pers Sekretariat Presiden/ Lukas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Empat tahun berlalu setelah pemerintah mengakuisisi mayoritas kepemilikan di PT Freeport Indonesia (Freeport). Kini, Freeport menjadi salah satu penyumbang utama dividen bagi negara dan pendorong inisiatif transisi energi.

Bangsa ini tentu belum lupa pada gegap-gempita dan keriuhan pada tahun 2018 ketika pemerintah menyatakan akan mengakuisisi saham Freeport, setelah puluhan tahun membiarkan raksasa tembaga dan emas tersebut memegang kepemilikan mayoritas.

Tonggak sejarah tersebut dimulai pada 10 November 2017 ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke Modal Saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

Tujuh belas hari kemudian, pemerintah melakukan Penandatanganan Pengalihan Saham di PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT TIMAH Tbk dan Freeport kepada Inalum yang sekaligus menandakan pembentukan Holding Industri Pertambangan bernama MIND ID.

Tak menunggu lama, Inalum menerbitkan obligasi dolar AS (Global Bond) senilai US$ 4 miliar (sekitar Rp 60 triliun) pada 2018. Itu merupakan obligasi korporasi terbesar sepanjang sejarah Indonesia, yang baru terpecahkan setelah pemerintah menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) untuk penanganan pandemi senilai US$ 4,3 miliar pada 2020.

Pemerintah melibatkan pemerintah provinsi Papua dan Kabupaten Mimika dalam divestasi tersebut, dengan memungkinkan mereka secara bersama-sama memiliki hak atas saham Freeport sebesar 10% sesudah divestasi. Akuisisi tersebut tuntas pada akhir 2018.

Dengan memiliki kepemilikan mayoritas di Freeport, pemerintah turut mengendalikan Tambang Grasberg, Papua, yang merupakan tambang emas terbesar ketiga dunia, menurut data S&P Global Market Intelligence.

Produksi emas Freeport rata-rata sebanyak 1,4 juta troy ons, mengejar tambang Nevada Amerika Serikat (AS) sebanyak 3,3 juta troy ons dan Muruntau, dan Uzbekistan sebanyak 3 juta troy ons. Keduanya adalah tambang emas terbesar dunia.

Berbeda dari keduanya, Grasberg yang beroperasi sejak tahun 1980-an dengan total produksi 53 juta troy ons emas tersebut juga memiliki simpanan logam masa depan, yakni tembaga (sebanyak 33 miliar pon)-menjadikannya tambang dengan simpanan paling berharga di dunia.

Mengapa tembaga ini penting? Karena seperti diulas sebelumnya, Bank Dunia dalam laporan berjudul "Minerals for Climate Action: The Mineral Intensity of the Clean Energy Transition" (2020) menilai tembaga sebagai logam yang paling banyak dipakai dalam transisi energi.

Di tengah perkembangan tersebut, tambang Grasberg milik Freeport bisa membuat negara lain meneteskan air liur. Menurut laporan Freeport McMorran dalam rilis laporan keuangan kuartal II-2022 baru-baru ini, tambang Grasberg menjadi juara dalam hal penjualan tembaga.

Mereka melaporkan penjualan tembaga dari Indonesia sebanyak 410 juta metrik pon. Angka itu menjadi yang terbesar, melampaui gabungan sembilan tambang di Amerika Utara yang hanya 389 juta metrik pon, dan dua tambang di Amerika Selatan sebanyak 288 juta metrik pon.

Harap dicatat, itu baru penjualan tembaga. Emiten yang tercatat di Wall Street ini melaporkan penjualan emas dari tambang Indonesia sebanyak 474.000 troy ons atau setara dengan 14.743 kilogram.

Dengan kinerja yang ciamik tersebut, apakah Indonesia mendapatkan manfaatnya? Alhamdulillah sejauh ini ada, dan nyata.

Mengacu pada kinerja keuangan MIND ID terbaru (per Desember 2021), holding BUMN tambang ini meraup dividen dari Freeport senilai Rp 3,3 triliun pada 2021, sebelumnya flat. Hingga Februari 2022, perseroan telah mendapat dividen interim senilai Rp 2,29 triliun.

Laba bersih dari PT Freeport Indonesia pada tahun lalu mencapai Rp 6,7 triliun, atau naik dari setahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,1 triliun. Dus, laba tahun berjalan konsolidasi perseroan mencapai Rp 14,32 triliun, naik dari posisi setahun sebelumnya senilai Rp 1,82 triliun.

Harap dicatat, ini kinerja era pandemi yang artinya kinerja cemerlang itu dicetak ketika ekonomi sedang tertekan. Jika ekonomi dunia pulih (sehingga permintaan tembaga melonjak untuk kebutuhan manufaktur), maka sumbangan tersebut berpeluang melambung.

Kontribusi perusahaan tambang tambaga dan emas yang 51% sahamnya dimiliki oleh negara (melalui MIND ID) ini memang tak bersifat jangka pendek. Menurut estimasi pemerintah, Freeport akan memberikan kontribusi hingga Rp 1.000-an triliun sampai dengan tahun 2041.

Sejak tahun 1992 atau semenjak Kontrak Karya generasi kedua disepakati hingga tahun 2021 lalu, kontribusi Freeport Indonesia secara langsung terhadap Indonesia dilaporkan mencapai US$ 23 miliar atau sekitar Rp 330,18 triliun.

Tak hanya kontribusi dalam bentuk pemasukan negara, Freeport juga memainkan peran penting yang bisa membawa Indonesia berkacak pinggang di dalam pergaulan dunia. Hal ini terkait dengan tren perubahan dunia menuju transisi energi.

Seperti diketahui, PTFI saat ini juga tengah fokus menyelesaikan pembangunan proyek smelter tembaga baru, memperluas smelter yang sudah ada dan dioperasikan PT Smelting, dan membangun precious metal refinery atau pengolahan logam mulia.

Proyek tersebut memungkinkan Freeport memproses seluruh konsentratnya yang berjumlah sekitar 3 juta ton per tahun di dalam negeri, baik tembaga, emas, dan perak. Sekitar 2 juta ton merupakan tembaga, dan sisanya adalah logam mulia.

Pandemi memang sempat membuat proyek tersebut terhambat. Namun Freeport tak sendiri. MIND ID mencatat ada 19 proyek strategis yang mengalami keterlambatan akibat pandemi,di antaranya proyek smelter grade alumina refinery (Joint Project INALUM dan ANTAM), proyek tin ausmelt di PT Timah Tbk, dan termasuk proyek copper smelter Freeport.

Mengacu pada pengumuman Freeport McMorran, proyek smelter tembaga Freeport di Gresik yang mulai digarap pada tahun lalu tersebut diperkirakan masih bisa diselesaikan pada 2024 atau setahun setelah perluasan smelter PT Smelting selesai. Perseroan telah menerbitkan surat utang untuk mendanai ekspansi tersebut.

Posisi Freeport dan smelternya tersebut bakal semakin strategis bagi Indonesia. Pasalnya, Freeport menyumbang modal penting untuk pengembanan industri transisi energi. Mengutip Internatonal Copper Asociation (ICA), lebih dari 65% dari penggunaan tembaga dunia dipakai di aplikasi terkait kelistrikan.

Teknologi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan juga dilaporkan memakai 4-5 kali tembaga lebih banyak dibandingkan dengan pembangkit energi berbasis fosil. Ketika negara maju kian menggenjit energi terbarukan dalam pembangkitan listrik, maka permintaan tembaga akan melonjak 4-5 kali.

Lalu jika berbicara mobil listrik, tembaga rupanya juga memainkan posisi penting karena ICA juga melaporkan bahwa kendaraan listrik ternyata menggunakan tembaga 4 kali lebih banyak dibandingkan dengan mobil konvensional berbasis pembakaran (bensin).

Dengan makin krusialnya posisi tembaga dalam percaturan transisi energi, maka harga jual produk tembaga yang telah diolah tersebut pun semakin tinggi. Pada akhirnya, jika kedua proyek tersebut berjalan dan diekspor, maka Indonesia akan mencetak lonjakan devisa.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular