Sri Lanka Dapat 'Angin Segar' dari IMF
Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka akhirnya mendapatkan angin segar dari Dana Moneter Internasional (IMF) pasca terpilihnya Presiden Ranil Wickremesinghe. Diharapkan kebangkrutan yang dialami Sri Lanka segera teratasi.
Seperti dilansir dari Reuters, Minggu (31/7/2022), pembicaraan pemerintah baru Sri Lanka dengan IMF sejauh ini berjalan baik.
Kedua belah pihak tadinya ingin menyelesaikan kesepakatan pada Agustus 2022. Akan tetapi, dikarenakan kerusuhan dalam beberapa waktu terakhir, kesepakatan tersebut diundur hingga September 2022.
Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu memiliki utang luar negeri senilai $12 miliar dengan kreditur swasta.
Akhir pekan lalu, Kementerian Keuangan Sri Lanka membahas lebih spesifik mengenai bailout IMF. Pemerintah menyampaikan pembicaraan tersebut sangat sukses.
Sebelumnya, Deborah Brautigam, seorang profesor dari Universitas Johns Hopkins mengatakan Negeri Ceylon ini perlu keluar dari keadaan kacaunya saat ini sebelum IMF turun tangan dengan dana talangan.
"IMF tidak dapat... berinteraksi dengan pemerintah ketika keadaan berada dalam mode krisis yang berkelanjutan. Jadi sampai pemerintah stabil, sampai mereka memiliki menteri keuangan, tidak ada yang bisa diajak bicara oleh IMF, " kata Brautigam.
Brautigam mengatakan IMF harus dapat bekerja dengan pemerintah Sri Lanka untuk menyusun sebuah program. "IMF tidak akan meminjamkan ke dalam situasi di mana mereka menganggap uang mereka tidak akan dilunasi," tambahnya.
Profesor Johns Hopkins itu juga mengatakan IMF membutuhkan jaminan dari pemerintah bahwa ia akan mendapatkan "rumah fiskalnya." Dia mengatakan IMF akan mencoba untuk memastikan bahwa pendapatan pemerintah dan pengeluaran mereka "bersesuaian lebih baik."
"Jadi jika Sri Lanka tidak dapat memberikan jaminan, tidak akan ada apa pun dari IMF," kata Brautigam, menambahkan bahwa Sri Lanka tidak akan dapat memberikan apa yang dibutuhkan "selama krisis masih berlangsung."
The Morning beberapa waktu lalu melaporkan sejumlah wanita barter hubungan seks dengan makanan akibat tidak adanya uang.
Mereka harus beralih profesi menjadi pekerja seks, dengan tujuan bisa mendapatkan makanan dan obat-obatan untuk keluarganya. Jumlah pekerja seks negara itupun dilaporkan mengalami kenaikan.
Berdasarkan data kelompok advokasi pekerja seks setempat, Stand Up Movement Lanka (SUML), jumlah wanita yang menjadi PSK selama waktu krisis, melonjak sekitar 30%. Kebanyakan berasal dari industri tekstil, karena banyak pesanan luar negeri menghilang mencapai 10%-20%.
(mij/mij)