
Bappenas Ungkap Strategi Hapus Kesenjangan Disabilitas

Jakarta, CNBC Indonesia - Perencana Ahli Muda Kementerian PPN/Bappenas Dwi Rahayuningsih mengungkapkan terjadi banyak kesenjangan yang dialami para penyandang disabilitas. Menurut dia para penyandang disabilitas di Indonesia masih belum mendapatkan akses pendidikan, akses kesehatan, akses perlindungan hukum, hingga akses layanan keuangan.
Untuk itu, pemerintah mengawal amanat untuk penyusunan dan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
"Dalam peraturan pemerintah ini, kami sudah menyusun rencana induk penyandang disabilitas. Ini yang menjadi pedoman bagi kementerian dan lembaga dalam menyusun perencanaan penganggaran yang lebih inklusif bagi penyandang disabilitas," dalam Seminar TITIK TEMU: Kupas Tuntas Indonesia Ramah Disabilitas Mental dan Disabilitas Intelektual, Sabtu (30/7/2022).
Dia menjelaskan bahwa dalam kerangka regulasi tersebut, terdapat rencana aksi nasional penyandang disabilitas untuk jangka waktu lima tahun. Aksi ini nantinya dilakukan oleh kementerian maupun lembaga, termasuk pemerintah provinsi dan pemerintah daerah.
Adapun terdapat tujuh strategi yang termuat dalam rencana aksi nasional. Antara lain pendataan, lingkungan tanpa hambatan, perlindungan pada hak dan akses pada keadilan, pemberdayaan dan kemandirian para penyandang disabilitas, ekonomi inklusif, pendidikan dan keterampilan, serta akses pendataan layanan kesehatan.
"Terkait pendataan, selain pendataan penduduk, di sini juga masuk prioritas untuk perluasan administrasi kependudukan. Penyandang disabilitas dapat memiliki dokumen yang lengkap. Dua hal ini tentunya akan digunakan sebagai dasar penyusunan perencanaan pembangunan," kata dia.
Seperti diketahui, kesenjangan yang dialami para penyandang disabilitas tersebut disebabkan karena belum tersedianya dokumen kependudukan. Padahal salah satu prasyarat penyandang disabilitas mendapatkan layanan dari program pemerintah adalah dokumen kependudukan dan data pendudukan. Kelengkapan dokumen tersebut meliputi gender, kelompok usia, hingga tingkat pendidikan.
"Karena kurangnya kualitas data ini, banyak penyandang disabilitas belum memiliki dokumen kependudukan. Ini syarat utama. Ini kami melihat yang menghambat akses penyandang disabilitas kepada layanan pendidikan, kesehatan, fasilitas publik, akses seni dan hiburan, dan rehabilitasi," tegas Dwi.
Dia mengatakan kelengkapan data semacam itu belum memadai karena selama ini kebutuhan penyandang disabilitas masih belum menjadi fokus program pemerintah. Sehingga kebijakan yang dibuat masih banyak berdasarkan asumsi dari pihak tertentu.
Lebih lanjut, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2020, tercatat ada sekitar 23 juta penduduk penyandang disabilitas baik kategori ringan, kategori sedang, maupun kategori berat. Adapun dari proporsinya, penyandang disabilitas tersebar paling banyak di provinsi di Pulau Jawa dibandingkan dengan provinsi lainnya.
"Dari penduduk 23 juta ini kita masih melihat bahwa pembangun inklusif masih perlu ditingkatkan. Artinya, kita harus meningkatkan kepesertaan penyandang disablitas sebagai subjek pembangunan, bukan objek pembangunan," ujar dia.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beri Privilese, LPDP Ternyata Punya Beasiswa Bagi Disabilitas