Derita Amerika Resesi Berkali-kali, Separah Apa Kini?

Maesaroh, CNBC Indonesia
Jumat, 29/07/2022 16:40 WIB
Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdebatan mengenai pengertian resesi kembali mengemuka setelah Amerika Serikat (AS) mencatatkan kontraksi pertumbuhan. Benarkah negara super power tersebut resmi memasuki resesi hanya karena perekonomiannya terkontraksi  dua kuartal beruntun?

Isu resesi di AS sangat kencang menjelang pengumuman ekonomi AS, terutama setelah Presiden AS Joe Biden menegaskan bahwa negaranya tidak mengalami resesi meskipun ekonominya terus melambat.

"Ada begitu banyak omongan dari (pelaku pasar) Wall Street dan pengamat mengenai apakah kita tengah resesi. Dalam pandangan saya, kami tidak dalam keadaan resesi," tutur Biden, seperti dikutip dari CNN International.


Pernyataan Biden ini langsung ditanggapi ramai di Twitter. Banyak meme ataupun troll di Twitter yang menggambarkan Biden enggan mengakui bahwa negaranya tengah resesi. Namun, tidak sedikit yang menganggap pernyataan Biden sebagai kebenaran.



 

Dilansir dari World Economic Forum/weforum.org, memang tidak ada satupun pengertian resesi bisa diterima secara global dan semua kalangan.

Salah satu pengertian resesi yang disepakati banyak pihak adalah dari ekonom Julis Shiskin. Dalam artikelnya The New York Times yang terbit pada 1974, Shiskin mendefinisikan resesi jika pertumbuhan sebuah negara sudah mengalami kontraksi secara dua kuartal beruntun.

Dengan pengertian tersebut maka ekonomi AS resmi memasuki resesi saat ini karena Negara Paman Sam sudah mencatatkan kontraksi pertumbuhan pada dua kuartal beruntun yakni pada kuartal I-2022 yakni minus 1,6% (year on year/yoy) dan kontraksi kuartal II-2022 sebesar minus 0,9%.

Berbeda dengan Shiskin yang mengartikan resesi secara lebih sederhana maka Biro Nasional Riset Ekonomi AS (NBER) mengartikan resesi sebagai "pelemahan aktivitas ekonomi secara signifikan dan bertahan dalam beberapa bulan. Pelemahan tersebut biasanya terlihat jelas dalam tingkat produksi, ketenagakerjaan, pendapatan, dan indikator lain. Resesi akan diawali dengan aktivitas ekonomi yang mencapai puncaknya dan berakhir saat saat ekonomi sebuah negara mulai jatuh ke palung terdalamnya".

 

Merujuk pada pengertian NBER tersebut, banyak ekonom termasuk mantan ekonom The Fed Claudia Sahm mengatakan AS memang belum memasuki resesi meskipun secara teknikal sudah masuk resesi.

Sahm mengatakan ada sejumlah indikator penting yang tidak dipenuhi untuk mengatakan AS sudah masuk resesi.

"Ada banyak indikator untuk mengukur mulai dari konsumsi melandai, orang kehilangan pekerjaan, menurunnya investasi, dan sektor industri yang terus melemah. Sejumlah indikator memang ada yang terpenuhi tetapi tidak semua," tuturnya kepada TIME.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah membantah negerinya mengalami resesi. Menurutnya, fakta bahwa AS masih mampu menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 400.000 per bulan adalah bukti bahwa AS tidak tengah dalam kondisi resesi.

"Resesi, adalah pelemahan ekonomi kita yang luas yang mencakup PHK besar-besaran, penutupan bisnis, ketegangan dalam keuangan rumah tangga dan perlambatan aktivitas sektor swasta," tegas Yellen dimuat CNBC International,Jumat (29/7/2022).


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AS Serang 3 Fasilitas Nuklir, AS Mediasi Gencatan Senjata?

Pages