Internasional

Bukan Gertak Sambal, 'Bom' Baru Putin Pasti buat Eropa Resesi

Thea Fathanah Arbar & sef, CNBC Indonesia
29 July 2022 08:59
Russian President Vladimir Putin (Getty Images/Contributor)
Foto: Russian President Vladimir Putin (Getty Images/Contributor)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin kembali melempar 'bom' ke Eropa. Ini bukan senjata dalam arti sebenarnya melainkan serangan baru terkait gas.

Hanya beberapa hari setelah raksasa gas Gazprom mengumumkan akan melanjutkan pasokan melalui pipa Nord Stream 1, yang membuat Eropa sedikit lega, Moskow tiba-tiba mengumumkan akan menguranginya alirannya lagi. Padahal pasokan saat ini saja masih sangat kurang bagi Benua Biru dan mengancam Eropa dalam krisis energi.

Bagaimana kronologinya?

Melalui BUMN gas Rusia, Gazprom, Kremlin mengatakan hanya akan menyalurkan 33 juta meter kubik (mcm) gas per hari melalui Nord Stream 1, awal pekan ini. Itu sekitar 20% gas dari kapasitas maksimal 160 juta meter kubik (mcm) per hari.

Padahal sejak Juni, gas yang dialirkan hanya 40% saja. Aturan berlaku mulai Rabu dan sudah disampaikan kepada pembeli yang terikat.

"Karena berakhirnya waktu yang ditentukan sebelum perbaikan ... Gazprom mematikan satu lagi mesin turbin gas yang diproduksi oleh Siemens di Porovaya," kata perusahaan dalam Twitternya.

Perlu diketahui masalah dengan produk Siemens ini juga jadi alasan Rusia sebelumnya menurunkan aliran gas Nord Stream 1 sebanyak 60% bulan lalu. Disebutkan bahwa sanksi Barat karena Putin menyerang Ukraina membuat barang itu terkendala perbaikannya dan pengembaliannya dari Kanada ke Rusia.

Pipa Nord Stream 1 merupakan salah satu rute pengiriman gas utama ke Eropa melalui Jerman. Pipa itu dimiliki mayoritas oleh Gazprom dengan 51%, sementara lainnya adalah perusahaan barat, PEGI/E.ON dan Wintershall Dea 15,%, lalu French Engie dan Dutch Gasunie masing-masing 9%.

Ada pula konsorsium Nord Stream AG yang berbasis di Swiss menjadi operator jalur pipa ini. Perusahaan itu mengatur masalah transit gas, teknis, hukum dan lingkungan tapi tidak memiliki aset atas gas di pipa tersebut.

Sementara itu, Jerman telah menolak penjelasan teknis Gazprom untuk pengurangan gas. Negeri Panser mengatakan berulang kali bahwa itu hanya dalih untuk keputusan politik Kremlin untuk menabur ketidakpastian serta lebih lanjut mendorong harga energi.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut Putin mengobarkan perang baru selain di negaranya. Ini adalah "perang gas" melawan Eropa.

"Rusia tidak akan melanjutkan pasokan gas ke negara-negara Eropa, seperti yang diwajibkan dalam kontrak. Dan ini adalah perang gas terbuka, yang dilancarkan Rusia melawan Eropa yang bersatu," kata Zelenskyy dalam pidato Senin malam di aplikasi perpesanan Telegram, dikutip CNBC International dan AFP.

Dalam keterangan berbeda, Siemens Energy mengatakan pengangkutan turbin yang diservis ke Rusia sebenarnya segera dimulai. Namun, bola berada di tangan Gazprom.

"Pihak berwenang Jerman memberikan Siemens Energy dengan semua dokumen yang diperlukan untuk ekspor turbin ke Rusia pada awal pekan lalu. Gazprom mengetahui hal ini," kata perusahaan.

"Namun, yang hilang adalah dokumen pabean untuk impor ke Rusia. Gazprom, sebagai pelanggan, wajib menyediakannya," tambah perusahaan.

Pembalasan Eropa

Pemerintah Uni Eropa (UE) kemudian membalas Rusia dengan sepakat untuk menjatah gas alam di musim dingin mendatang. Ini menjadi upaya baru untuk melindungi diri dari pemotongan pasokan lebih lanjut oleh Rusia.

Para menteri energi blok menyetujui rancangan undang-undang Eropa yang bertujuan untuk menurunkan permintaan gas sebesar 15% melalui musim gugur dan ke musim semi berikutnya. Ini sekitar Agustus tahun ini hingga Maret 2023.

Hanya saja, rencana penjatahan gas tersebut juga nyatanya tak disepakati dengan suara bulat. Sejumlah negara memiliki perbedaan pendapat.

Hal itu pun menjadi sesuatu yang 'wajar' di mata para ekonom. Karena penjatahan penggunaan gas pasti akan berdampak pada sejumlah industri di Eropa.

Halaman 2>> Eropa Resesi?

Mengutip CNBC International Jumat (29/7/2022), langkah baru Rusia ini menempatkan Eropa dalam situasi yang sulit. Benua itu harus bersaing dengan inflasi yang merajalela, perang di Ukraina dan rantai pasokan yang sudah bermasalah setelah pandemi Covid-19.

Wilayah ini, dalam catatan Statistical Review 2022, telah menerima sekitar 45% dari pasokan tahunannya dari Rusia. Sumber alternatif, seperti gas alam cair (LNG) AS, mungkin tidak dapat menggantikan hidrokarbon Rusia dengan cukup cepat.

"Biaya energi yang tinggi mendorong Eropa Barat menuju resesi," kata S&P Global Market Intelligence dalam sebuah laporan terbaru.

"Perkiraan Juli kami sudah memasukkan kontraksi kuartal kedua yang ringan dalam PDB riil di Inggris, Italia, Spanyol, dan Belanda," tambah lembaga itu lagi.

"... kemunduran lain kemungkinan terjadi pada kuartal keempat karena pasokan energi yang tidak dapat diandalkan."

Penjatahan yang dilakukan Eropa sebagai strategi melawan Rusia, juga bisa jadi bumerang. Terutama ke industri.

"Ini akan berdampak pada industri padat energi seperti pembuat mobil, perusahaan kimia, dan penambangan kripto. Hal itu tidak dapat dikesampingkan," kata Kepala Energi, Utilitas, dan Sumber Daya Global Infosys Consulting Simon Tucker.

Menurutnya, negara-negara Eropa harus melakukan semua yang mereka bisa untuk mengisi kembali cadangan gas sebelum cuaca dingin. Ini berarti tak sekadar mengurangi penggunaan energi, tetapi juga meningkatkan pasokan.

"Kami sudah melihat peningkatan besar dalam pengiriman LNG dari Timur Tengah dan Amerika Utara, tetapi negara-negara perlu mempercepat modernisasi infrastruktur mereka sendiri," jelasnya.

"Pengerahan massal alternatif energi domestik rendah karbon seperti reaktor nuklir mini dan energi terbarukan masyarakat bukan hanya 'menyenangkan untuk dimiliki', tetapi juga penting jika kita ingin keluar dari krisis ini dengan lebih kuat," tambahnya.

Masalahnya, program modernisasi infrastruktur tersebut dinilai membutuhkan waktu yang lama sehingga Eropa kemungkinan akan merasakan lebih banyak kesulitan ekonomi dalam waktu dekat.

"Ketika rencana penjatahan energi untuk musim dingin disepakati, kami memprediksi bahwa kondisi keuangan yang lebih ketat di Eropa akan menyebabkan reaksi yang jauh lebih buruk dalam ekonomi riil, mengingat sikap dalam tabungan, leverage rumah tangga, dan neraca perusahaan. Musim dingin sedang 'mengetuk pintu' Eropa," tutup Citi.

Halaman 3>> Good Bye Eropa, Rusia Dapat Pasar Gas Baru?

Sementara itu, Rusia sepertinya telah mendapat sumber "cuan" baru untuk penjualan gasnya secara maksimal. Itu adalah China.

China dan Rusia kini membangun pipa untuk mengirim gas dari Siberia, melewati Beijing ke Shanghai. Operasi maksimal, diyakini akan terlaksana di 2025.

Pipa itu sendiri bukan hal baru. Ia dibangun sejak. Desember 2022. Perusahaan energi milik negara, Gazprom Rusia dan China National Petroleum Corp, telah membangun pipa selama sekitar delapan tahun.

"Pipa China-Rusia datang saat Moskow menghadapi ancaman kehilangan pembelian gas alam dari Uni Eropa (UE), pelanggan besar yang ingin memotong dua pertiga dari impor gas Rusia karena perang Ukraina," tulis CNBC International.

"China sendiri telah berusaha untuk mendiversifikasi sumber energinya. Beijing telah menolak untuk mengutuk Moskow atas invasi tak beralasannya ke Ukraina pada akhir Februari," tambahnya.

Menurut data bea cukai China pada Juni, impor gas alam dari Rusia melalui pipa hanya mencapai US$3,81 miliar. Namun, laju pembelian China meningkat pada paruh pertama tahun ini, hampir tiga kali lipat dari tahun lalu menjadi $ 1,66 miliar.

Next Page
Eropa Resesi?
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular