Bukan Ukraina, Media China Beberkan Target Lain Perang Rusia
Jakarta, CNBC Indonesia - Media milik Pemerintah China, Global Times, melaporkan bahwa Rusia memiliki target lainnya dalam serangannya ke Ukraina. Yakni negara-negara Barat yang menjatuhkan sanksi kepada Moskow.
Media itu mengatakan Amerika Serikat (AS) dan Eropa menjadi target utama. Ini terjadi ketika AS mulai memandu aliansi Barat untuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, yang justru menyeret Eropa ke dalam krisis energi dan kesulitan ekonomi.
Untuk menguatkan argumennya, Global Times memaparkan fakta bahwa sebelum perang berlangsung dan deretan sanksi diberikan ke Moskow, sebagian besar negara-negara Eropa sangat bergantung pada energi dari Rusia. Kini, tulis media itu, banyak negara Eropa berada di ambang kekacauan ekonomi, dengan inflasi yang meroket.
"Eropa adalah korban penting dari krisis Ukraina," kata ekonom China kepada media itu, Wang Yiwei, seorang direktur di Institut Urusan Internasional Universitas Renmin.
Media itu pun memaparkan bagaimana dalam beberapa bulan terakhir, masalah ekonomi yang dihadapi oleh Eropa berulang kali menjadi berita utama. Eropa menghadapi lonjakan inflasi pada komoditas mulai dari gas, mobil, hingga makanan.
Ini terjadi karena pasokan energi dari Rusia berkurang di tengah konflik Rusia-Ukraina. Secara khusus, Rusia telah mengurangi aliran gas ke Eropa selama konflik sementara para pemimpin Uni Eropa juga dilaporkan berencana untuk memblokir sebagian besar impor minyak Rusia pada akhir 2022 untuk menghukum negara tersebut.
Global Times juga menulis bagaimana konfrontasi tersebut menempatkan Eropa pada situasi krisis energi yang sangat berbahaya. Perlu diketahui UE mengimpor sekitar 40% dari total konsumsi gasnya dari Rusia.
"Para ahli menekankan bahwa meskipun hubungan tegang antara Eropa dan Rusia dipicu oleh perasaan tidak aman Eropa terhadap Rusia, hal itu juga diperparah oleh hasutan AS, karena hanya membayar lip service kepada UE bahwa itu akan membantu UE mengurangi ketergantungan energi pada Rusia," tulis media itu.
Memang, pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah berjanji untuk memberikan tambahan 15 miliar meter kubik gas alam cair (LNG) ke Uni Eropa tahun ini. Ini mewakili sekitar sepersepuluh dari gas yang sekarang didapat Uni Eropa dari Rusia.
Namun, mengutip ahli, Global Times menyebut itu hanya untuk kepentingan AS sendiri. Menurut wakil peneliti di Akademi Ilmu Sosial China, Yang Chengyu, pada akhirnya seruan AS untuk sanksi terkait Rusia sebagian didorong oleh niatnya untuk mencari keuntungan, termasuk meningkatkan ekspor produk LNG dan minyak ke Eropa.
Di sisi lain, Yang juga mengatakan banyak harga komoditas lain juga naik di Eropa akibat krisis Ukraina, yang memicu kekacauan sosial. Ia mencatat bahwa negara-negara Eropa telah cukup bergantung pada impor gandum dari Rusia dan Ukraina, yang merupakan salah satu alasan utama di balik inflasi baru-baru ini di Eropa.
(tfa/sef)