
Industri RI Tak Cuma Tertekan Dolar, Ini Ancaman Lainnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri tekstil ikut terkena dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), salah satunya ialah mahalnya biaya produksi karena bahan baku yang banyak didapat dari dolar seperti kapas impor. Namun, kekhawatiran pelaku usaha bukan hanya biaya produksi melainkan adanya serangan impor dari negara lain.
"Yang kita khawatir adalah pelemahan daya beli masyarakat Indonesia dan derasnya produk impor menyerang market Indonesia yang daya belinya masih lebih baik di bandingkan Negara lain," kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja kepada CNBC Indonesia, Senin (25/7/22).
Beberapa negara tersebut dikenal sebagai produsen besar industri tekstil dan produk tekstil (TPT), yakni Bangladesh, Vietnam hingga China. Jemmy menilai produksi dari negara tersebut bisa mengarah ke negara selain Amerika Serikat dan Eropa yang kini sedang lemah daya belinya. Pasalnya, AS dan Eropa mengalami inflasi tinggi dan rendahnya daya beli.
"Negara PengeksporĀ TPT seperti China, Bangladesh & Vietnam akan berusaha untuk menyerang atau menjual produknya ke negara yang lemah dalam menggunakan Non Tarif Barrier," ujar Jemmy.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyebut negara-negara produsen sudah menjadikan Indonesia sebagai target sasaran yang potensi pasar.
"China India Bangladesh yang punya sasaran ekspor. Negara-negara itu dia ngga bisa berhenti produksi. Jadi Indonesia yang negara sangat besar berpotensi dibanjiri karena daya beli kita lumayan pulih, pasar besar, barrier minim," ujarnya.
Untuk itu, pemerintah perlu sigap mengawasi masuknya produk impor ke pasar dalam negeri. Salah satu keran pintu masuk terbesar berasal dari pelabuhan.
"Masih ada impor borongan under-volume, under invoice masih terjadi, hindari pajak gampang, prosedur pelabuhan lemah. itu yang buat jadi target utama mereka. PRnya nggak selesai-selesai, di pelabuhan gimana pengawasan itu," ujar Redma.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Ngamuk, Ternyata Pabrik Ini yang Duluan Remuk