Kasus Covid RI Makin Seram, Ekonomi Bakal Terpuruk (Lagi)?

Maesaroh, CNBC Indonesia
22 July 2022 13:22
Suasana aktivitas di luar Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Jakarta, Kamis (3/2/2022).
Foto: Suasana aktivitas di luar Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Jakarta, Kamis (3/2/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Sebagai catatan, pemberlakuan lockdown ataupun rem darurat biasanya diberlakukan saat kasus melonjak tajam disertai dengan tingginya angka kematian. Rem darurat juga biasanya diberlakukan saat kasus kesakitan meningkat karena layanan kesehatan menjadi kewalahan.

Rem darurat pernah diberlakukan pada 3 Juli 2021 saat kasus melonjak akibat varian Delta atau gelombang II. Pengetatan kebijakan juga diberlakukan pada saat gelombang I terjadi pada Februari 2021 dalam bentuk PPKM Mikro atau pembatasan hingga tingkat RT/RW.

Sebagai catatan, pada dua gelombang tersebut, masyarakat yang telah memiliki imunitas masih sangat sedikit mengingat program vaksinasi untuk masyarakat umum  baru dilakukan secara masif pada awal Juli 2021.

Dicky menjelaskan sulit bagi Indonesia untuk menentukan kapan puncak dari gelombang kasus yang sekarang serta kapan melandai. Pasalnya, faktor yang mempengaruhinya menjadi beragam mulai dari imunitas hingga perilaku masyarakat.

Dia menjelaskan biasanya ada tiga puncak saat gelombang baru menyebar yakni puncak tambahan kasus, puncak kasus kesakitan, serta puncak kematian.

"Tingkat imunitas sulit diukur karena ada yang sudah lama mendapatkan vaksin dua kali atau booster sehingga imunitas menurun. Ada yang baru dua kali atau booster," ujar Dicky.

Perilaku masyarakat yang enggan ke layanan kesehatan saat sakit juga menjadi persoalan. Bila pada periode sebelumnya, jumlah tes meningkat tajam karena banyak orang yang khawatir terkena Covid saat ada gejala sakit maka perilaku tersebut sedikit berubah. 

Imunitas membuat orang lebih kebal atau hanya mengalami efek ringan jika terkena Covid sehingga jumlah yang melakukan tes atau memeriksakan ke rumah sakit turun.

"Masyarakat berkembang seperti Indonesia itu kalau sakit ya di rumah saja, tidak ke rumah sakit sehingga menjadi sulit terdeteksi," tuturnya.

Sebagai catatan, dalam sepekan, rata-rata jumlah orang yang menjalani tes Covid-19 mencapai 75. 624 per hari pada sepekan terakhir. Jumlah tersebut sebenarnya sudah naik dibandingkan pekan sebelumnya yakni 52.589.

Namun, angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada Februari 2022 yang selalu berada di atas 260.000 per hari. Pada periode tersebut, Indonesia tengah menghadapi lonjakan kasus gelombang III akibat varian Omicron. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular