Bos Properti Ngaku Omzet Penjualan Rumah Lagi Drop, Kenapa?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
19 July 2022 14:05
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pengusaha properti mengungkapkan bahwa selama semester I-2022 ini ada penurunan penjualan dibandingkan tahun 2021 lalu. Penyebabnya bukan karena geliat pasar yang menurun, melainkan hambatan birokrasi dalam pelaksanaan insentif pajak perumahan.

Ketua Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida mengungkapkan bahwa masyarakat masih bisa memanfaatkan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), yakni sebesar 50% untuk rumah baru di bawah Rp 2 miliar, dan 25% untuk rumah diantara Rp 2-5 miliar.

Namun nilai ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu sebesar 100% untuk rumah di bawah Rp 2 miliar, dan 50% untuk rumah diantara Rp 2-5 miliar.

"Datanya daripada omzet tahun lalu kita menurun. Bukan karena PPN DTP diturunkan separuh, tapi karena dibatasi pendaftaran sampe Maret, dibuka Februari. Setelah Maret nggak bisa daftar dari pengembang," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/7/22).

Mepetnya batas waktu pendaftaran membuat sebagian pengembang tidak bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk kembali ikut dalam program ini, meski sebagian berhasil mendaftar.

Pengembang yang ikut dalam program ini tetap bisa menjual rumahnya. Totok melihat jenis rumah dengan harga di bawah Rp 1 miliar mendominasi penjualan.

"Paling laku di bawah Rp 1 miliar, atau bisa dikatakan sampai Rp 2 miliar. Yang sampai Rp 2 miliar di luar non sederhana porsinya mencapai 70%," jelas Totok.

Ditanya mengenai potensi pembatalan booking akibat kesulitan ekonomi dan potensi tingginya inflasi yang berakibat resesi, Ia menyebut hal itu belum terjadi.

"Nggak lah target kita K4 kita bisa kembali ke normal, bukan new normal untuk properti," sebut Totok.

Momok Suku Bunga

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, masyarakat akan semakin sulit memiliki rumah, baik secara cash atau kredit di tengah tren kenaikan suku bunga acuan.

Dikutip dari publikasi Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang diterbitkan oleh BI suku bunga KPR di perbankan Indonesia sejak akhir 2020 memang mengalami penurunan tapi tak sampai 1%.

Bunga KPR akhir 2020 dan awal 2021 tercatat di kisaran 8,5% dan periode akhir 2021 8,2% dan periode Maret 8,11%.

Dari laporan juga disebutkan jika masih tingginya suku bunga KPR ini juga menjadi penyebab terbatasnya penjualan rumah di Indonesia. Sekitar 11,7% responden menyatakan bunga KPR jadi penyebab enggan membeli rumah.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! Mayoritas Orang RI Lebih Suka Beli Rumah Pakai KPR

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular