
Meski Tak Kayak Sri Lanka, RI Bisa Jatuh ke Jurang Resesi

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi krisis yang melanda Sri Lanka dan resesi di beberapa negara lain jadi kekhawatiran bagi Indonesia. Meski tidak dalam situasi yang sama, namun tetap ada potensi Indonesia jatuh ke jurang mengerikan tersebut.
Hal ini dikemukakan oleh Ekonom Senior INDEF, Ekonom senior INDEF, Didik J Rachbini kepada CNBC Indonesia, Senin (18/7/2022).
"Indonesia dengan Sri Lanka jelas berbeda. Tetapi potensi resesi krisis dan resesi Indonesia memang ada," ujarnya.
Sederet catatan Didik yang bisa menjadi potensi krisis dan resesi adalah situasi politik yang tidak stabil dan lonjakan harga barang dan jasa di dalam negeri.
Politik menjadi perhatian khusus, mengingat tahun politik semakin dekat. Panasnya persaingan sudah mulai dirasakan di tengah masyarakat. Apabila tidak terkontrol, maka bisa saja memicu gejolak.
Sementara itu dalam persoalan harga barang dan jasa, beberapa bulan terakhir sudah menunjukkan tren kenaikan. Terlihat dari inflasi Juni yang sudah mencapai 4,35% atau di atas asumsi yang diperkirakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dipicu oleh kenaikan harga sembako.
![]() Daftar Negara yang Bakal Ambruk Gegara Utang, Ada Tetangga RI |
Didik mengkhawatirkan, tidak ada antisipasi pemerintah akan lonjakan harga barang, maka bisa menimbulkan kemarahan masyarakat. Lebih jauh dampaknya adalah kericuhan.
"Jadi, Sri Lanka dan Indonesia tidak sama, dan tidak bisa ditarik-tarik Indonesia akan mengalami krisis seperti Sri Lanka. Hanya, melihat krisis global sekarang dan Indonesia punya masalah berat seperti sekarang, maka potensi krisis pasti ada. Potensi akan semakin besar jika stabilitas politik tidak memadai," paparnya.
Maka dari itu, Didik meminta pemerintah agar lebih serius menangani hal tersebut. Khususnya ketika optimalisasi belanja sebaiknya diarahkan ke hal yang dibutuhkan masyarakat. Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 alami peningkatan, menjadi Rp 3.169,1 triliun (102%).
"Segala kebijakan hendaknya tetap care terhadap krisis, kebijakan pembangunan IKN adalah contoh kebijakan yang tidak care terhadap krisis," terang Didik.
Hal lain yang patut menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah semakin sedikitnya menteri teknokratik. Justru yang banyak mengisi posisi-posisi penting, menurutnya kalangan politisi yang tidak memiliki kemampuan dalam menyelesaikan persoalan.
"Tidak ada lagi menteri yang punya kepemimpinan teknokratis, semua menjadi politisi rabun dekat, sehingga memperlemah kebijakan yang dihasilkan dalam kepemimpinan masalah ekonomi. Dulu masih bisa berharap kepada menteri keuangan, tetapi tidak lagi sekarang. Oleh karenanya kita ragu dalam masalah ekonomi akan bisa diselesaikan sehingga kita lepas dari krisis atau resesi di masa mendatang," pungkasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hot News! Dampak Resesi Ri Hingga Rusia Kirim Rudal Ke Ukrain